Spirit of Aqsa, Jalur Gaza- Mantan perwira intelijen militer AS, Scott Reiter, menilai, Hamas telah menjadi lebih dari sekadar organisasi atau kelompok dalam bentuk fisik tradisional. Hamas telah menjadi konsep yang lebih luas tentang arti perlawanan.
“Kita harus ingat bahwa Hamas melakukan suatu tindakan yang sebelumnya hanya dilakukan oleh tentara Mesir, yaitu mampu mengalahkan pihak Israel di medan perang. Hamas sudah menang pada 7 Oktober, dan itu tidak bisa diubah,” kata Scott dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, Rabu (22/11).
Dia menjelaskan, ketika pasukan Mesir melintasi Terusan Suez pada 6 Oktober 1973, Mesir menang. Setelah itu, Israel melancarkan serangan balik yang kuat. Namun hal itu tidak mengubah kemenangan Kairo.
“Hal yang sama juga terjadi pada Hamas saat ini, menang pada 7 Oktober, sekalipun Israel berupaya menghancurkan gerakan tersebut,” ujar Scott.
Sementara, Profesor Avraham Shama dari Universitas Northwestern percaya terlepas dari intensitas pengeboman ke Jalur Gaza, tapi Israel sudah kalah dan Hamas telah menang.
Dia mencontohkan, ratusan ribu warga Israel meninggalkan rumah mereka di utara dan selatan. Mereka pindah ke tempat penampungan atau pusat yang relatif aman di pusat negara, penutupan banyak sekolah dan universitas, dan memburuknya situasi ekonomi secara umum.
Kerugian yang Mendalam dan Berjangka Panjang
Shama mengatakan, warga Israel menderita kerugian lain, yaitu perasaan kehilangan yang mendalam dan berjangka panjang. Kehilangan ini secara mendasar menyentuh jiwa dan perasaan kolektif serta kesejahteraan mereka.
“Anda dapat mendengarnya dalam suara mereka, perasaan mereka, postingan mereka, dan pilihan kata-kata mereka, dan Anda dapat melihatnya di wajah mereka,” ucapnya.
Dia juga menunjukkan, sebelum operasi Taufan Al-Aqsa, Israel sudah yakin dan percaya surprise attack (serangan mendadak) seperti perang Oktober 1973 tidak akan terjadi lagi. Jika hal itu terjadi, tentara Israel merasa bisa mengendalikan dalam tahap awal. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hamas mampu bertahan selama 46 hari dan bisa mengendalikan pertempuran di lapangan.
Sumber: Al Jazeera