Spirit of Aqsa, Riyadh – Arab Saudi dan rezim Israel dilaporkan melakukan perundingan rahasia selama beberapa bulan terakhir melalui mediasi Amerika Serikat (AS), terkait memasukkan perwakilan kerajaan dalam Dewan Wakaf Islam. Dewan Wakaf adalah sebuah badan keagamaan yang mengawasi kompleks Masjid al-Aqsha di wilayah pendudukan Kota Tua di Yerusalem (Baitul Maqdis).
Diplomat Saudi yang tak disebutkan namannya, mengatakan kepada harian Israel Hayom, bahwa Riyadh dan Tel Aviv terlibat dalam diskusi sejak Desember lalu. Dan tim perunding terbatas terdiri dari diplomat senior dan pejabat keamanan dari Israel, Arab Saudi dan AS.
Para diplomat lebih lanjut mencatat bahwa pembicaraan adalah bagian dari kontak untuk memajukan rencana kontroversial yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump pada konflik Israel-Palestina yang berlangsung beberapa dekade, yang dijuluki “Kesepakatan Abad Ini.”
Apa yang disebut rencana perdamaian buatan AS itu menjadikan al-Quds sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi, dan memungkinkan rezim Tel Aviv untuk mencaplok permukiman di Tepi Barat yang diduduki dan Lembah Jordan. Rencana itu juga menyangkal hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka, di antara istilah kontroversial lainnya.
Namun, dilansir dari The New Arab, rencana Presiden Trump dan sekutu Israelnya itu memicu gelombang demonstrasi di seluruh dunia.
Menurut seorang diplomat senior Saudi, yang memiliki status khusus dan eksklusif dalam mengelola Dewan Wakaf Islam, pertama-tama dewan dengan tegas menolak setiap perubahan dalam komposisi dewan, tetapi kemudian melunakkan posisi mereka untuk mengizinkan kehadiran Saudi. Laporan itu datang sehari setelah puluhan pemukim ekstremis Israel memasuki kompleks Masjid al-Aqsha di bawah perlindungan pasukan rezim, hanya beberapa jam setelah situs suci itu dibuka kembali setelah lebih dari dua bulan penutupan karena pandemi virus corona.
“Sekitar 105 pemukim Yahudi, dipimpin oleh rabi fanatik Yehudah Glick, memasuki kompleks itu sejak dini hari di bawah perlindungan polisi Israel,” kata Omar Kiswani, Direktur Masjid al-Aqsha, kepada kantor berita resmi Turki Anadolu, Ahad (31/5). Dia mengatakan, pemukim Israel itu datang untuk mengecewakan jamaah, setelah masjid dibuka kembali untuk shalat.
Pada tanggal 21 Mei, Asosiasi Cendekiawan Yaman, dalam sebuah pernyataan, mengecam upaya sejumlah negara Arab untuk menormalkan hubungan dengan rezim Israel, meminta Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) bertanggung jawab atas akibat negatif dari penawaran semacam itu. Kelompok ini menekankan sifat Islam Masjid al-Aqsha dan Yerusalem al-Quds, menekankan bahwa Zionis tidak diterima di sana atau memiliki hak untuk menempati sedikit pun tempat itu. Hal itu menekankan perlunya dukungan solid untuk gerakan perlawanan di Palestina dan Libanon dalam menghadapi ancaman Zionis.
Asosiasi kemudian menyerukan penerbitan fatwa, yang melarang, dan mengutuk pemulihan hubungan dengan Zionis Israel, menjalin kesepakatan dengan para pemimpin kriminal mereka, dan partisipasi dalam konferensi bilateral. (admin/Indonesiainside.id)