Spirit of Aqsa, Palestina- Warga Jalur Gaza memiliki kesabaran tingkat tinggi, memilih mempertahankan tanah mereka sebagai bentuk penolakan terhadap pengusiran paksa dari teroris Israel.

Kamis pagi (30/11), Taghreed Al-Najjar (46 tahun) terlihat menyiapkan roti dan teh hangat di tengah reruntuhan rumahnya di Kota Gaza, Jalur Gaza utara. Saat pengumuman gencatan senjata pada Jumat (24/11) lalu, dia berjalan bersama keluarga dari Khan Yunis ke Jalur Gaza utara.

Perjalanan panjang disertai teror dari militer Israel. Namun, dia berhasil sampai ke tempat rumahnya pernah berdiri kokoh. Ada rasa sedih sebagai seorang manusia. Tapi, dia menegaskan, bertahan sebagai murabith merupakan pilihan mulia. Taghreed tak peduli dengan semua ancaman teroris Israel. 

“Kami harus hidup. Kami yang membangun rumah ini, dan kami bisa melakukannya lagi dari sisa-sisa jendela dan dinding yang masih berdiri. Kami memhuat kamar kecil. Kami tidur di mana saja,” kata Taghreed saat berbincang dengan Al Jazeera, Kamis (30/11).

Berbagi Meskipun Sulit

Meskipun dalam kondisi sulit, Taghreed tetap berbagi teh hangat dan roti kepada tetangganya, Jamil Abu Athrah (64 tahun), yang juga tinggal di reruntuhan rumah bersama 15 anggota keluarga.

“Semua rumah kami hancur di sini, tapi kami lebih memilih untuk tetap tinggal meskipun cuaca dingin dan kehancuran. Bahkan Anak-anak mau tinggal di sini. Mereka tidur di mana saja,” kata Abu Athra. 

Di seberang jalan, Bassam Abu Taima berdiri di depan reruntuhan bangunan berlantai empat tempat ia tinggal bersama istri, tiga anak, dan empat saudara. Ada 40 orang di tempat itu. Sama seperti warga Jalur Gaza yang lain. Dia akan membangun rumah tersebut setelah perang selesai. 

“Saya telah tidur di sini bersama istri saya sejak gencatan senjata dimulai. Setelah perang, saya akan menyingkirkan puing-puing dan mendirikan tenda untuk untuk tinggal di sini,” ujarnya. 

Sementara, Naim Taimat (46 tahun) sedang mengencangkan tiang kayu sederhana untuk membangun tenda. Dia juga berusaha menyingkirkan reruntuhan agar bisa mengambil sisa-sisa pakaian dari bekas rumahnya.

“Putriku Nevin akan menikah minggu depan. Rumah kami dan rumah tunangannya hancur. Aku mencoba mengeluarkan trousseau (barang pernikahan) agar dia bisa merasakan kegembiraan,” kata Naim.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here