Artis dan aktivis Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) Wanda Hamidah menempuh perjalanan panjang penuh ketidakpastian demi satu tujuan, Gaza. Bersama ratusan relawan Global Sumud Flotilla, ia tertahan di Tunisia berhari-hari karena minimnya kapal yang siap menembus jalur laut berbahaya menuju Palestina.
Namun, perjuangan itu tak sia-sia. Hari ini, Selasa (16/9), Wanda akhirnya mewakili Indonesia untuk berlayar menembus blokade Gaza. Dia akan menaiki Kapal Kaiser bersama 13 awak kapal dari berbagai negara, seperti Tunisia dan negara-negara Eropa.
Selama belasan hari, para relawan harus hidup seadanya. Mereka menenteng backpack berisi makanan dan kebutuhan dasar, bersiap untuk 15 hari perjalanan laut.

“Kapal-kapal itu sudah di depan mata. Kita semua sudah siap berangkat. Tapi ternyata banyak kapal yang belum layak jalan. Rasanya campur aduk, antara siap berangkat dan harus menerima kenyataan,” ungkap Wanda.

Tak sedikit relawan yang akhirnya tidur di pelabuhan karena kehabisan uang untuk menginap di hotel.
“Sedih banget melihat ratusan orang tidur di pelabuhan. Mereka sudah habis-habisan. Uang mereka juga sudah gak ada. Kita mempertaruhkan nyawa, kesehatan, bahkan uang pribadi,” katanya.
Armada yang ada terbatas, banyak kapal masih rusak dan harus diperbaiki. Laut Mediterania pun bukan perairan biasa: ganas dan penuh risiko.

“Lebih baik menunggu kapal siap daripada memaksa berangkat dengan kondisi tidak layak. Ini perjalanan hidup dan mati,” tegasnya.
Kendala berat itu membuat banyak relawan akhirnya kembali ke negara masing-masing, termasuk sebagian dari Indonesia.
“Jangan salah paham, mereka pulang bukan karena menyerah. Tapi karena tantangan di sini memang terlalu berat. Ada yang terkendala biaya, ada yang tak bisa menunggu lebih lama. Itu manusiawi,” ujar Wanda.
Lewat akun Instagram-nya, Wanda mengingatkan publik agar tidak meremehkan keputusan para relawan yang kembali pulang.
“Tolong jangan cemooh mereka. Kalian gak tahu betapa beratnya perjalanan ini, bahkan sebelum sampai Gaza. Delegasi Indonesia yang pulang sudah berani mati untuk Palestina. Mereka layak dihargai, bukan dihakimi.”