Spirit of Aqsa, Palestina- Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan di Jalur Gaza akses air bersih menjadi masalah hidup dan mati. Badan PBB itu menyatakan tanpa air bersih, semakin banyak orang yang akan meninggal akibat kekurangan dan penyakit.

“Di Gaza, setiap hari adalah perjuangan untuk mendapatkan roti dan air. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup,” kata UNRWA di X.

Warga Palestina di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara mengantre di dekat truk tangki air dengan membawa wadah plastik, tetapi tidak mendapat air bersih yang mereka harapkan. Tangki air itu memiliki kapasitas terbatas dan tidak dapat menyediakan air bagi ratusan warga Gaza yang menghabiskan berjam-jam waktu mereka untuk menunggu setiap hari.

Di area lain kamp tersebut, warga Palestina berkerumun di sekitar salah satu saluran air yang dihancurkan oleh tentara Israel, mencoba mengisi saluran air langsung dari sana. Karam Abu Nada, seorang warga Palestina berusia 30-an yang sedang menunggu giliran untuk mengisi air dari pipa yang hancur, mengatakan bahwa para penghuni kamp berkumpul untuk mengambil air meskipun air tersebut terkontaminasi.

Dia mengatakan, kepada Anadolu, dikutip Rabu (31/1/2024), bahwa mereka biasanya menggunakan air yang tercemar untuk mencuci, membersihkan, dan memasak. Kadang-kadang mereka harus menunggu hingga 10 hari untuk mendapatkan air ini, kata dia.

Warga Gaza terpaksa menjatah konsumsi air karena hanya tersedia beberapa hari sekali. Mereka meminimalkan jumlah yang digunakan untuk mandi, mencuci piring, dan membersihkan.Abu Nada mengatakan, air yang tercemar berdampak pada mereka, terutama anak-anak, dan menyebabkan penyakit usus dan kulit di tengah kurangnya obat-obatan untuk mengobati mereka. Raed Radwan, warga Palestina berusia 50 tahun dari Kota Gaza, mengatakan keluarganya terus-menerus menghadapi krisis air.

“Kami memperoleh air dengan mengisi beberapa galon plastik dari salah satu klub di wilayah tempat kami tinggal, yang memompa air dari sumur pribadi setiap 3-4 hari sekali karena kekurangan bahan bakar,” ujarnya.

Menurut dia, air yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga memaksa mereka untuk mengurangi konsumsi.

“Sebelum perang, air ini hanya digunakan untuk mencuci piring dan membersihkan, tetapi saat ini kami menggunakannya untuk minum, yang telah menimbulkan berbagai penyakit mulai dari infeksi saluran cerna hingga penyakit ginjal dan dehidrasi,” ujarnya.

Ia mengecam sikap diam dunia atas apa yang dihadapi Palestina. Yusuf Hamad (25) yang melarikan diri dari Kota Beit Hanoun di timur laut ke salah satu pusat penampungan di Jabalia, mengatakan ribuan pengungsi menderita kondisi kesehatan akibat kelangkaan air.

“Kami telah menderita krisis air yang parah selama lebih dari tiga bulan, karena kami menerima jatah kecil setiap beberapa hari karena kekurangan bahan bakar,” kata dia.

Dia mengatakan, kekurangan air menyebabkan sebagian besar pengungsi, terutama anak-anak, tertular penyakit pencernaan dan kulit karena kurangnya kebersihan. Jalur Gaza menghadapi krisis air bersih karena rusaknya infrastruktur karena dihancurkan teroris Israel.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here