Pakar militer, Jenderal Purnawirawan Fayez al-Duwairi, menegaskan bahwa eskalasi serangan darat Israel di Kota Gaza tidak bisa dilepaskan dari agenda politik. Serangan itu bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih untuk bertemu Presiden AS Donald Trump.

Menurut al-Duwairi, peningkatan operasi militer ini merupakan hasil koordinasi langsung Netanyahu dengan Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, demi menunjukkan “kemajuan signifikan” kepada Trump. Tujuannya jelas: meyakinkan Washington agar memberi waktu tambahan bagi Israel untuk menyelesaikan upaya pendudukan penuh atas Gaza.

“Jenis pertempuran seperti ini sebelumnya tidak ada, dan baru terlihat pagi ini,” tegasnya dalam program Analisis Militer di Al Jazeera.

Manuver dari Tiga Arah

Al-Duwairi menjelaskan, operasi darat Israel kali ini dikembangkan dari tiga arah utama:

  • Dari timur menuju pusat Gaza (Gaza lama).
  • Dari utara, tepatnya wilayah Birkat Sheikh Radwan.
  • Dari barat daya, yakni Tel al-Hawa ke arah Kompleks Medis al-Shifa.

Skema pengepungan ini, katanya, dimaksudkan untuk mempersempit ruang tersisa bagi Gaza dan memberikan Netanyahu kartu politik kuat di hadapan Trump. “Pesannya sederhana: operasi bergerak cepat, dan jatuhnya Gaza tinggal menunggu waktu.”

Pertempuran Sengit dan Kerugian Israel

Namun, kenyataan di lapangan tak sesederhana klaim Israel. Reporter Al Jazeera melaporkan bentrokan sengit antara pejuang Palestina dan pasukan pendudukan di Hayy al-Nasr serta di sekitar Rumah Sakit al-Shifa. Helikopter Israel melepaskan tembakan untuk menutupi manuver tentaranya.

Media Israel sendiri mengakui adanya “insiden keamanan besar” di Gaza. Laporan awal menyebutkan sebuah tank Israel dihantam rudal anti-panjang, menewaskan dan melukai sejumlah prajurit. Helikopter dikerahkan untuk mengevakuasi korban ke rumah sakit di Tel Aviv dan Beersheba.

Masuk Bukan Berarti Menguasai

Meski tank-tank Israel berhasil menembus beberapa wilayah, al-Duwairi menegaskan hal itu bukan berarti Israel sudah menguasai Gaza. “Masuk bukan berarti menetap,” ujarnya. Menurutnya, tanpa penguasaan penuh atas medan, pasukan Israel akan dipaksa mundur untuk menghindari kerugian lebih besar.

Ia menambahkan, perlawanan Palestina juga telah mengembangkan taktik perangnya. Pertempuran di fase ini jauh berbeda dari bulan-bulan awal, karena medan semakin sempit sementara jumlah pasukan dan alat tempur Israel kian masif.

“Israel bisa masuk, tapi mereka tidak bisa menetap. Dan Gaza tetap menjadi kuburan ambisi Netanyahu,” simpul al-Duwairi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here