Spirit of Aqsa, Palestina – Musim dingin menjadi eposide yang sangat menakutkan bagi para pengungsi Palestina dan Suriah. Warga yang memilih menyelamatkan diri akibat kecamuk perang nyatanya tak bisa lepas dari penderitaan begitu saja. Meski kekerasan fisik dari penjajah Israel maupun rezim Bashar Assad tak berhenti, mereka harus berhadapan dengan alam saat memasuki musim dingin.

Saat memasuki malam di Kamp Neirab, salah satu kamp pengungsian di Aleppo,  kesunyian dan kegelapan yang sepi menguasai jalanan dan gang-gang. Keheningan disertai desiran angin yang bocor dari pintu dan jendela tua menembus, sementara retakan atap pelat timah menciptakan keadaan antisipasi. “Kapan angin akan tenang?”

Abu Mahmoud, seorang pengungsi Palestina, tinggal di salah satu rumah yang berdekatan dengan gang-gang kamp menceritakan kengerian musim dingin saat bumi telah diselimuti kegelapan. “Kami tidak tahu kapan 100 liter solar, yang tidak cukup untuk musim dingin yang panjang, akan didistribusikan.”

Untuk menyiasati itu, Abu Mahmoud pada siang hari keluar rumah mencari ranting pohon, kayu, dan kardus dari kebun yang tersebar di sekitar kamp. Semua yang didapatkan itu kemudian diletakkan pada salah satu ruangan sebagai persiapan melawan dingin yang menusuk hingga tulang.

Dia menceritakan, satu keluarga membutuhkan setidaknya dua barel (400 liter) selama musim dingin. Mendapat solar sebanyak itu tak mudah. Maka itu mereka harus mencari alternatif lain, seperti ranting pohon, kardus, plastik, bahkan ban mobil bekas. Itu pun tak sepenuhnya sehat, karena asap yang ditimbulkan dari benda-benda itu bisa menyebabkan sesak nafas dan bau yang menyengat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here