Spirit of Aqsa, Palestina- Tentara teroris Israel menyerbu rumah khatib Masjid Al-Aqsa, Syekh Ikrimah Sabri, di lingkungan Al-Sawana, Al-Quds Timur.
“Israel mengeluarkan keputusan pembongkaran terhadap seluruh bangunan tempat tinggal Imam Masjid Al Aqsa,” demikian laporan pers Palestina, Ahad (3/12).
Menurut media Palestina dikutip dari pernyataan, Masyarakat Tahanan Palestina, polisi memberikan perintah kepada Syekh Sabri untuk hadir untuk diinterogasi di pusat penahanan al-Masqubiyya di Al-Quds Barat.
LSM tersebut mengatakan Syekh Sabri tersebut akan diinterogasi oleh dinas keamanan internal Israel, Shin Bet.
Berbicara kepada media lokal, Syekh Sabri mengatakan, dia mungkin akan ditanyai tentang keputusan pengadilan Israel pekan lalu yang mengizinkan salat hening bagi orang Yahudi di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa.
“(Keputusan Israel) ini ditolak oleh kita semua karena Masjid Al-Aqsa khusus untuk umat Islam,” katanya.
Pekan lalu, seorang hakim Israel mengeluarkan keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengizinkan orang Yahudi untuk melakukan “doa dalam hati” di dalam kompleks tersebut, dengan mengatakan bahwa ritual tersebut bukanlah “tindakan kriminal”.
Keputusan tersebut telah memicu kecaman internasional, sehingga mendorong Pengadilan Pusat Israel di Yerusalem Timur untuk membatalkan keputusan tersebut, menurut media Israel.
Aksi penyerbuan tersebut bukan pertama kalinya. Pada 10 Oktober lalu, polisi teroris Israel menggerebek rumah Syekh Sabri dan memanggilnya untuk diinterogasi.
Dalam sebuah pernyataan, Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan, polisi memberikan perintah kepada Syekh Sabri untuk hadir untuk diinterogasi di pusat penahanan al-Masqubiyya di Al-Quds Barat.
LSM tersebut mengatakan Syekh Sabri diinterogasi oleh dinas keamanan internal Israel, Shin Bet.
Menurut B’tselem (Pusat Hak Asasi Manusia Israel), Israel menghancurkan rumah-rumah sebagai bentuk hukuman kolektif. Ini merupakan salah satu tindakan paling ekstrem yang dilakukan Israel di Tepi Barat, termasuk AL-Quds Timur sejak pendudukan dimulai pada 1967 (dan hingga 2005 di Jalur Gaza).
Selama bertahun-tahun, Israel telah menghancurkan ratusan rumah sebagai bagian dari kebijakan ini, menyebabkan ribuan warga Palestina kehilangan tempat tinggal.
Kebijakan ini merupakan hukuman kolektif, yang dilarang dan melanggar ketentuan hukum internasional yang mengikat.