Spirit of Aqsa-– Militer Israel menganggap jurnalis Palestina sebagai sasaran yang sah untuk menjadi target pembunuhan.
Sejak 7 Oktober 2023, kantor pemerintah di Gaza mengungkapkan, sebanyak 152 jurnalis syahid saat menjalankan tugas jurnalistik di Jalur Gaza. Ini merupakan bukti adanya penargetan yang jelas dan sistematis terhadap jurnalis dan kantor media lokal serta asing di dalam wilayah Gaza.
Pasukan Israel melarang media asing masuk ke Jalur Gaza untuk mendokumentasikan kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil di sana. Di sisi lain, tentara secara sistematis menargetkan jurnalis lokal untuk menghalangi mereka melaporkan kekejaman yang terjadi.
Menurut investigasi yang dilakukan oleh surat kabar Inggris “The Guardian,” tentara Israel menganggap jurnalis di Gaza sebagai sasaran militer yang sah.
Pembunuhan, cedera, atau penangkapan banyak jurnalis dan pekerja media telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan organisasi kebebasan pers. Dikhawatirkan tentara Israel sengaja berupaya membungkam laporan yang mendokumentasikan perang.
“The Guardian” mengidentifikasi setidaknya 23 orang yang gugur sejak dimulainya perang, yang bekerja untuk Al-Aqsa TV.
Seorang jurubicara senior tentara Israel menyatakan, jurnalis yang bekerja di lembaga yang dekat dengan Hamas atau yang diduga dekat dengan Hamas “tidak berbeda dengan mereka yang bekerja di sayap militer Hamas.”
Aktivis hak asasi manusia menyebut pernyataan jurubicara tentara Israel itu sebagai mengejutkan dan mengkhawatirkan, serta menunjukkan pengabaian yang disengaja terhadap hukum internasional. Padahal, pekerjaan jurnalistik di media yang dekat dengan Hamas tidak membenarkan atau memberi izin kepada tentara Israel untuk menargetkan stafnya.
Aktivis mengatakan, melaporkan berita tidak berarti terlibat langsung dalam aksi perlawanan. Meskipun berita tersebut disampaikan secara gamblang dan terkesan mendukung Hamas.
Seorang sumber yang mengetahui situasi tersebut mengatakan, jurnalis yang menjadi sasaran bekerja di wilayah yang terjadi pertempuran antara perlawanan dan tentara Israel. Tentara Israel menganggap jurnalis ini, terutama mereka yang bekerja di media yang diduga dekat dengan Hamas, sebagai sasaran yang sah.
The Guardian menyatakan, “jika seorang jurnalis bukan bagian dari sayap militer Hamas dan bukan pejuang berdasarkan peran atau fungsinya, maka ia adalah warga sipil.”
Eirene Khan, pelapor khusus PBB untuk perlindungan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, mengatakan, Israel telah menyebarkan informasi yang salah tentang keterkaitan jurnalis dengan pejuang, dan gagal memberikan bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga jurnalisme investigatif ARIJ yang melibatkan lebih dari dua ratus jurnalis di Gaza, hampir semua jurnalis mengaku terpaksa mengungsi akibat serangan Israel. Setengah dari mereka tinggal di tenda, dan 86% mengatakan rumah mereka hancur sebagian atau seluruhnya.
Jurnalis di Gaza mengonfirmasi, banyak jurnalis yang tewas saat sedang tidur bersama keluarga mereka atau saat sedang meliput berita.