Spirit of Aqsa, Palestina- Sejarawan Yahudi, Ilan Pappé, menyatakan mendukung Palestina dan faksi perjuangan Hamas. Dia menilai Hamas merupakan sebuah gerakan pembebasan nasional.

“Hamas adalah gerakan pembebasan nasional, seperti halnya faksi perlawanan lainnya di Palestina,” kata Pappé dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, Selasa (7/11).

Penulis buku “The Ethnic Cleansing of Palestine” (2006) ini menilai, kekerasan Israel saat ini bukan hal baru, karena telah menjadi wajah permanen Zionisme sejak berdirinya Israel. Maka itu, otoritas zionis Israel tidak bisa berdiri sebagai korban atau menggunakan alasan ‘pembelaan diri’ atas apa apa yang terjadi saat ini. Israel juga tidak bisa membangun narasi palsu untuk membenarkan serangan mereka ke Palestina.

“Terutama karena sebagian besar masyarakat sipil Barat tidak dapat dengan mudah tertipu oleh kemunafikan yang ditunjukkan, dibandingkan dengan kasus di Ukraina,” kata Pappé.

Pappé percaya, kekerasan tidak mampu memberikan solusi. Di sisi lain, dia menawarkan solusi alternatif yakni Palestina yang terde-Zionisasi, terbebaskan dan demokratis dari sungai hingga laut. Palestina menerima pengungsi dan membangun masyarakat baru, yang tidak membeda-bedakan anggotanya dalam hal apapun.

“(tidak membeda-bedakan) berdasarkan budaya, agama atau ras, dan memperbaiki kejahatan masa lalu seperti pencurian properti dan pengingkaran hak. Hal ini akan menandai era baru bagi seluruh kawasan Timur Tengah,” ujar Pappé.

Kendati begitu, solusi alternatif itu tidak mudah untuk digapai. Ini karena ada komunitas Yahudi-Israel yang belum siap mengubah posisi terhadap Palestina dan rakyat Palestina. Maka itu, dia menilai konflik internal Yahudi-Israel akan terus berlanjut.

Di sisi lain, saat perang Gaza berakhir, maka posisi PM Benjamin Netanyahu akan semakin melemah. Tapi, dia masih memiliki basis kuat di internal Israel yang mungkin saja masih memberikan dukungan pada pemilu berikutnya.

“Mungkin dia akan kembali lagi, tidak ada yang pasti untuk pria ini,” kata Pappé.

“Tetapi akar masalahnya bukan pada Netanyahu. Masalahnya adalah kita memiliki komunitas Yahudi Israel yang belum siap mengubah posisinya terhadap Palestina dan rakyat Palestina, dan ini sangat meresahkan,” lanjutnya.

Untuk fakta ini, kata dia, tidak ada yang bisa diharapkan untuk membuat perubahan dari dalam (internal Israel). Hal yang dibutuhkan adalah tekanan kuat dari kawasan Timur Tengah dan komunitas internasional jika benar-benar ingin mengakhiri perang.

“Yang kita butuhkan adalah, seperti yang saya katakan sebelumnya dan akan saya ulangi berulang kali, kita memerlukan tekanan kuat dari kawasan dan komunitas internasional jika kita ingin benar-benar ingin mengakhiri penderitaan pendudukan dan kolonialisme,” kata pria berhenti mengajar di Universitas Haifa pada 2006 karena pandangannya itu.

Sumber: Al Jazeera, Palinfo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here