Ratusan tenda pengungsi di Jalur Gaza kembali terendam banjir seiring hujan lebat yang mengguyur wilayah itu, Senin (15/12). Laporan koresponden Al Jazeera menyebut kondisi para pengungsi kian memburuk di tengah badai dan angin kencang, sementara Gaza masih diblokade dan lebih dari separuh wilayahnya berada di bawah pendudukan Israel setelah dua tahun perang genosida yang menewaskan lebih dari 70 ribu warga Palestina.
Situasi di lapangan digambarkan “katastrofik”. Tidak ada intervensi internasional yang memadai, sementara pertahanan sipil di Gaza kewalahan dan kekurangan sarana untuk membantu para pengungsi—baik menyediakan tenda layak huni maupun rumah mobil. Dalam beberapa hari terakhir, banjir berulang menenggelamkan ratusan tenda, memaksa keluarga pengungsi bertahan dalam kondisi yang jauh dari aman.
Pada Jumat lalu, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB memperingatkan ratusan ribu pengungsi di Gaza terancam kehilangan tempat berlindung akibat hujan deras, terutama karena material pembangunan untuk hunian darurat masih dilarang masuk. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat hujan deras juga menewaskan seorang bayi akibat paparan dingin ekstrem, setelah tenda keluarganya terendam.
Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan dampak badai sejauh ini: sedikitnya 12 orang meninggal dunia atau dinyatakan hilang, 13 bangunan runtuh, dan sekitar 27 ribu tenda terendam air. IOM menambahkan, hampir 795 ribu pengungsi berada dalam risiko banjir di kawasan rendah yang dipenuhi puing, tanpa sanitasi memadai, sebuah kondisi yang membuka jalan bagi wabah penyakit.
Pejabat PBB dan otoritas Palestina menegaskan kebutuhan mendesak akan sedikitnya 300 ribu tenda baru untuk sekitar 1,5 juta pengungsi yang masih bertahan di Gaza. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan lebih dari 4 ribu orang tinggal di zona pesisir berisiko tinggi, dengan sekitar seribu di antaranya terdampak langsung gelombang laut yang ganas.
Di tengah krisis cuaca, serangan militer Israel terus berlanjut. Serangan udara dan tembakan artileri dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah Gaza (termasuk Rafah, Khan Younis, Jabalia, dan Gaza City) meski area-area tersebut berada dalam zona kendali Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata. Helikopter dan kendaraan militer menembaki kawasan pemukiman, menurut keterangan saksi mata.
Juru bicara pertahanan sipil Gaza, Mahmoud Bassal, mengatakan pencarian jasad para syuhada di bawah reruntuhan dilakukan dengan peralatan seadanya, lantaran Israel masih melarang masuknya alat berat. Ia mendesak pihak-pihak internasional penjamin gencatan senjata untuk segera turun tangan agar evakuasi dapat dilakukan secara layak.
Sejak Oktober lalu, pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata telah menyebabkan 391 warga Palestina syahid dan 1.063 lainnya luka-luka. Perang genosida yang dimulai pada 8 Oktober 2023 itu telah meninggalkan lebih dari 70 ribu syuhada, 171 ribu korban luka, dan kehancuran masif, dengan kebutuhan rekonstruksi yang diperkirakan PBB mencapai 70 miliar dolar AS. Di bawah hujan yang tak kunjung reda, para pengungsi Gaza kembali dihadapkan pada pilihan pahit: bertahan di tenda yang tenggelam, atau kehilangan segalanya sekali lagi.
Sumber: Al Jazeera










