Spirit of Aqsa, Palestina – Hari terakhir tahun 2020, Malek Bkairat dibebaskan dari penjara Naqap setelah ditahan hampir dua dekade sejak usianya 22 tahun. Kini, dia dapat bertemu dengan putri semata wayangnya, Lina dan ayahnya. Otoritas Israel melarang mereka untuk menemui Bkairat selama lima tahun terakhir.
Bkairat mengatakan, pembebasannya adalah bentuk kegembiraan sekaligus keterkejutan.”19 tahun kemudian sejak saya dipenjara, banyak perubahan yang saya lihat. Ada rumah baru dan kuburan kota sekarang penuh. Saya seperti anak kecil yang baru belajar berjalan, masih berlatih berjalan menanjak dan menurun karena di penjara, kami hanya berjalan di pekarangan kecil tanah datar,” kata Bkairat.
Pada hari terakhir tahun 2001 selama Intifada Kedua, Bkairat ditangkap. Dia dituduh membentuk sel untuk melakukan operasi melawan pasukan Israel di Yerusalem. Menurut dia, keputusan yang diterima dia dan teman-temannya sangat berlebihan. Bkairat menjelaskan, pengadilan membenarkan hukuman lama.
Pengadilan mengatakan keputusan tersebut sebagai pencegah bagi warga Palestina di Yerusalem agar tidak merencanakan atau melakukan serangan.Selama di penahanan, otoritas penjara Israel menghukum Bkairat dengan berulang kali memindahkannya dari satu penjara ke penjara lain dan menempatkannya di sel isolasi. Meskipun dia mengalami kesulitan, Bkairat dijuluki sebagai “bapak optimisme.” Dia juga ikut dalam lima aksi mogok makan massal selama bertahun-tahun.
Sebelum dipenjara, Bkairat adalah seorang paramedis di klinik kompleks Masjid Al-Aqsa. Saat ditangkap pada tahun 2001, dia tidak mengetahui bahwa istrinya sedang mengandung bayi pertama mereka. Ketika putrinya berusia empat tahun, Bkairat dan istrinya berpisah.Duduk di samping ayahnya, Lina mengamati wajah ayahnya dan mendengarkan dengan saksama saat Bkairat berbicara tentang pengalamannya. Lina menyebut ini merupakan salah satu momen terindah dalam hidupnya. “Bagian yang hilang dari hidupku sekarang sudah lengkap,” kata Lina.
Dilansir Middle East Eye, Senin (18/1), Bkairat dan keluarganya memiliki sejarah panjang menjadi sasaran pendudukan Israel. Ayahnya, Najeh Bkairat, seorang syekh terkenal di kalangan warga Palestina yang menjabat sebagai wakil direktur Wakaf Islam di Yerusalem telah ditangkap dalam banyak kesempatan karena aktivitasnya di sekitar Masjid Al-Aqsa.
Sejak putranya dibebaskan, Najeh Bkairat telah menerima panggilan telepon berturut-turut dari anggota keluarga dan teman untuk memberi selamat kepada Bkairat dan keluarga atas kebebasannya.
“Ketika saya melihat Malek memasuki halaman rumah dan ibunya berlari ke arahnya untuk memeluknya, saya tidak dapat menahan diri dan menangis,” kata lelaki tua itu kepada MEE.
Sayangnya, saat Bkairat dibebaskan dari penjara Naqab, pasukan intelijen Israel menangkapnya kembali dan memindahkannya ke pusat interogasi al-Mascoubiya di Yerusalem. Mereka menanyai Bkairat selama tiga jam dan menahannya sampai esok hari. Ayahnya juga ditangkap keesokan harinya dan dibawa ke pusat interogasi yang sama.
Satu jam setelah mereka dibebaskan, pasukan pendudukan Israel menggerebek rumah mereka di Sur Baher dan menangkap kembali Najeh Bkairat. Dia mengatakan kepada MEE bahwa intelijen Israel menanyainya atas perayaan yang dia dan keluarganya lakukan di halaman rumah mereka atas kembalinya Bkairat.Beberapa jam kemudian, dia dibebaskan dengan syarat menjalani tahanan rumah selama sepekan. Dia juga didenda 5.000 shekel atau 1.600 dolar Amerika karena diduga melanggar prosedur kesehatan Covid-19.
Najeh Bkairat mengatakan penganiayaan Israel terhadap keluarganya telah berlanjut selama sekitar 40 tahun. Dia telah ditangkap 15 kali dan telah menghabiskan total tujuh tahun di penjara Israel. Dia juga telah menerima 24 perintah sementara waktu dengan melarangnya ke Masjid Al-Aqsa.
“Otoritas pendudukan tidak suka bagaimana saya mengekspos kebijakan mereka terhadap Al-Aqsa, jadi mereka menargetkan saya dan semua anak saya karena kami mencintai Yerusalem dan Al-Aqsa dan membela mereka,” ucap dia.
Pada tahun 1997, Malek Bkairat ditangkap dan ditahan selama lima bulan di bawah penahanan administratif. Ini merupakan sebuah kebijakan kontroversial yang digunakan Israel untuk memenjarakan warga Palestina tanpa pengadilan atau dakwaan.Senyum Bkairat tidak pernah lepas dari wajahnya saat dia kembali ke rumah. Bkairat mengatakan satu keinginannya adalah mengunjungi Masjid Al-Aqsa yang sekarang ditutup karena prosedur Covid-19.
“Saya tidak sabar menunggu untuk masuk dan melaksanakan azan di sana. Saya juga dikenal dengan julukan ‘muazin para narapidana’ seperti yang biasa saya lakukan untuk azan di semua penjara tempat saya berada,” kata dia. (Republika