Spirit of Aqsa, Palestina – Alaa Al-Araj, salah seorang warga Palestina yang menjadi korban penangkapan tentara penjajah Israel. Ia kini mendekam di balik jeruji. Kendati begitu, darah perjuangan tak seketika berhenti. Ia melakukan apa saja demi pembebasan Al-Aqsa dari kezaliman penjajah Israel. Salah satunya mogok makan.
Mogok makan memang terdengar tak wajar, namun itu bentuk perjuangan warga Palestina dari jeruji-jeruji besi untuk melawan hegemoni penjajah Israel.
Al-Araj mengirim sebuah pesan tertulis yang ditujukan kepada rakyat Palestina, dan masyarakat muslim dunia secara umum. Ia menceritakan kondisi warga Palestina yang melakukan aksi mogok makan di penjara Israel. Dia juga mengingatkan agar rakyat Palestina tetap mempertahankan solidaritas dan terus berjuang. Ia tak ingin perjuangan kendor hanya karena tekanan bertubi-tubi dari penjajah.
Al-Araj menegaskan, keputusannya keluar berjuang mempertahankan Tanah Palestina dari penjajah Israel hanya mengandalkan ridha Allah. Setiap langkah di jalan Allah merupakan kehendak pribadi. Tidak ada tendensi lain kecuali harapan mendapat keberkahan Al-Aqsa.
Al-Araj mengaku tidak pernah berpikir ada umat Islam yang akan meninggalkan perjuangan pembebasan Baitul Maqdis. Ia tak ingin itu terjadi. Ia berpesan, jika Allah menakdirkan kematiannya di atas jalan juang, perjuangan harus tetap dilanjutkan. Perjuangan adalah wajah masa depan Palestina.
“Jika Allah Ta’ala akhirnya menuliskan takdir kematian kami (dalam masa aksi mogok makan ini melawan kezaliman Zionis), maka jangan lupakan bahwa ketidakpedulian (orang-orang yang mampu berbuat namun diam), juga ikut bertanggungjawab pada apa yang terjadi.” tulis Alaul A’raj dalam surat tersebut.
Sebelum pesan tertulis itu, istri Al-Araj, Asma Quzmar, sudah mengirim surat kepada petinggi otoritas Palestina dan lembaga internasional. Ia meminta agar otoritas Palestina melakukan langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan nyawa Al-Araj dari kezaliman penjajah Israel.
Dalam surat itu, Asma mengingatkan, kematian Al-Araj terasa kian dekat. Ia tak bisa membayangkan kejadian itu. Kerap ia berkata kepada anak-anaknya, ayah akan segera kembali. Ia juga meminta semua pihak terkait, mulai pejabat pemerintahan, aktivis kemanusiaan, dan aktivis hukum untuk berdiri di samping warga Palestina yang menjadi korban penangkapan. Ia menyebut aksi mogok makan itu sebagai situasi darurta.
Sejumlah warga Palestina melanjutkan aksi mogok maka sebagai protes atas penahanan administratif mereka, yaitu: Kayed al-Fosfos (108 hari lalu), Miqdad al-Qawasma (101 hari), Alaa al-Araj (83 hari), Hisham Abu Hawash (74 hari), dan Shadi Abu Akar (66 hari), Ayyad Al-Harimi (37 hari), dan Luay Al-Ashqar, penyerang (19 hari).
Solidaritas berhenti
Sebelumnya, sebuah organisasi yang berpusat di Nabulus mengorganisir aksi solidaritas untuk mendukung para tahanan yang mogok makan. Unjuk rasa berlangsung di depan gedung kotamadya Nablus. Banyak aktivis hingga perwakilan dari faksi-faksi di Palestina, lembaga resmi dan masyarakat sipil bertarpisipasi dalam acara itu.
Ketua organisasi itu, Qaddoura Fares, mengatakan, keadaan para tahanan yang melakukan aksi mogok makan sudah sangat ekstrim. Salah satu satu dari mereka sudah berada di ambang kematian.
Fares lalu menyeru untuk bangkit melawan penjajah Israel. ia menyebut para tahanan itu memberi contoh yang baik. Setelah penjajah berupaya menundukkan mereka setelah 6 warga Palestina berhasil kabur dari penjara Bilbao, namun mereka bisa menekan penjajah hingga mundur.
Warga Palestina yang di penjara Israel itu tengah memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka memprotes penahanan administratif dampak Deklarasi Balfour, yang merupakan terorisme negara yang terorganisir.