Spirit of Aqsa, Palestina – Deklarasi Balfour sudah berusia 104 tahun. Deklarasi itu menyengsarakan rakyat Palestina hingga detik ini. Itu merupakan kejahatan yang dilakukan Inggris dengan pesan 67 kata yang menjadi dasar pendirian koloni Yahudi Zionis yang menjadi kanker di tanah Palestina.
Deklarasi itu merupakan langkah pertama bagi barat menuju jalan pendirian sebuah entitas untuk orang-orang Yahudi di Palestina, sebagai respon terhadap keinginan “Zionisme global” dengan mengorbankan bangsa yang sudah mengakar di tanah tersebut selama ribuan tahun.
Deklarasi itu datang dalam bentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris saat itu (Arthur James Balfour), di pemerintahan David Lloyd George, yang ditujukan kepada Lord Rothschild, salah satu pemimpin gerakan Zionis dunia, setelah tiga tahun negosiasi yang terjadi antara pemerintah Inggris di satu sisi, dan orang-orang Yahudi Inggris dan Organisasi Zionis Dunia di sisi lain.
Melalui perundingan tersebut, kaum Zionis mampu meyakinkan Inggris tentang kemampuan mereka untuk mewujudkan tujuan Inggris dan mempertahankan kepentingannya di kawasan itu.
Isi surat
Isi surat Balfour tersebut menyebutkan:
“His Majesty’s Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country.”
“Pemerintahan Sri Baginda memandang baik pembentukan sebuah rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk memfasilitasi pencapaian tujuan ini, sebab dipahami dengan jelas bahwa tidak akan ada tindakan apa pun yang dapat mencederai hak-hak sipil dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang sudah ada di Palestina, maupun hak-hak dan status politik yang dinikmati orang-orang Yahudi di negara lain mana pun.”
Pemerintah Inggris mempresentasikan teks Deklarasi Balfour tersebut kepada Presiden AS Wilson, dan dia menyetujui isinya sebelum diterbitkan, demikian juga Prancis dan Italia secara resmi menyetujuinya pada tahun 1918.
Akibatnya, gerakan zionis menjadikan janji tersebut sebagai dokumen untuk mendukung tuntutannya berupa pendirian negara Yahudi di Palestina, dan merealisasikan impian orang-orang Yahudi untuk mendapatkan tanah air, meskipun janji ini memberikan tanah air (Palestina) bagi kaum Yahudi padahal mereka bukan penduduk Palestina.
Luka yang tak kunjung sembuh
Meskipun sudah berlalu lebih dari satu abad sejak “Deklarasi Balfour” dikeluarkan pada 2 November 1917, ingatan Palestina masih melekat dengan janji yang tidak menyenangkan ini, sementara Arthur James Balfour masih terus menjadi nama yang paling menyakitkan dan melukai Palestina.
Dengan langkah ini, Inggris telah mendirikan dan meneeguhkan “entitas Israel” di tanah Palestina yang bersejarah. Melalui langkah tersebut, Inggris berusaha membagi wilayah Arab dalam pengaturan poin-poin yang disepakati setelah perjanjian “Sykes-Picot” pada tahun 1916.
Semua pemerintah Inggris tetap bangga dengan kontribusi mereka terhadap pendirian entitas “Israel” di Palestina, dan bersikeras untuk merayakan Deklarasi Balfour, yang mereka paksakan pada Liga Bangsa-Bangsa dan diteguhkannya dalam Mandat untuk Palestina.
London menolak untuk meminta maaf atas Deklarasi Balfour dan dampaknya pada rakyat Palestina. Sementara orang-orang Palestina menghadirkan memori tentang janji ini sebagai dorongan untuk berjuang dan mempertahankan identitas dan tanahnya.
Kenangan menyakitkan ini, tahun ini datang bersamaan dengan dampak dari perluasan normalisasi Arab dengan negara pendudukan Israel, dengan membuat banyak perjanjian yang tidak hanya bertujuan untuk mengabaikan isu persoalan Palestina, akan tetapi juga untuk melakukan banyak hal guna memaksa orang-orang Palestina agar memberikan konsesi yang mendukung pendudukan Israel, yang pada gilirannya memanfaatkan normalisasi Arab untuk meningkatkan citra pendudukan Israel di mata dunia.
Di Tepi Barat, mesin perang Israel masih terus memperluas koloni permukiman Yahudi, menjarah tanah dan membangun unit-unit permukiman baru, selain menyetujui rencana untuk mengusir penduduk kampung Syaikh Jarrah dari rumah mereka dan menyerahkannya kepada para pemukim pendatang Yahudi. Rumah yang mereka miliki dan tempati sejak Nakba 1948, ketika mereka meninggalkan rumah mereka di salah satu desa di al-Quds, yang diduduki oleh geng-geng Zionis 73 tahun yang lalu, sebagai bagian dari rencana koloni permukiman berbahaya yang bertujuan untuk mengusir kembali mereka.
Sebagai penolakan terhadap janji ini, dan karena kegagalan internasional untuk mendukung Palestina, maka orang-orang Palestina menggunakan pengadilan mereka untuk mengutuk janji ini. Pengadilan Tingkat Pertama Nablus, di Tepi Barat utara, Februari lalu memutuskan untuk membatalkan “Deklarasi Balfour” dan menegaskan bahwa deklarasi tersebut melanggar aturan-aturan wajib hukum internasional. Keputusan itu dikeluarkan dalam sidang pembacaan vonis, dalam kasus yang diajukan oleh beberapa pihak terhadap Inggris, mengenai efek dari “Deklarasi Balfour”, dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Inggris selama pendudukan dan mandatorinya pada Palestina.
Para pengacara Palestina mengajukan gugatan di Pengadilan Tingkat Pertama di Nablus, atas nama Majelis Nasional Independen, Yayasan Internasional untuk Memantau Hak-Hak Rakyat Palestina, dan Sindikat Jurnalis Palestina, terhadap pemerintah Inggris, yang mereka anggap bertanggung jawab atas “Deklarasi Balfour”. (Palinfo)