Di tengah kamp pengungsian di Gaza, Rufa’a Al-Daghl (23) menghadapi hari demi hari yang keras, pasca perang Israel yang berlangsung sejak Oktober 2023. Perang yang disebut sejumlah laporan internasional sebagai genosida ini menghancurkan rumahnya dan merenggut suaminya, meninggalkannya bersama bayi perempuannya, Malak, di tenda reyot dekat tempat pembuangan sampah.

Tenda yang terbuat dari kain usang dan plastik sobek itu tak mampu melindungi dari angin kencang dan hujan yang meresap ke tanah berdebu. Rufa’a, yang dulunya hidup tenang dengan suaminya Yusuf Hassan (24), kini menunduk di atas tungku kayu basah, berusaha memberi kehangatan pada anaknya. “Aku tak pernah membayangkan hidup di kondisi seperti ini… rumahku hilang, suamiku hilang, hidup tak lagi sama,” ujarnya.

Sebelum perang dimulai, Rufa’a dan Yusuf baru menikah seminggu sebelumnya, bermimpi membangun kehidupan sederhana namun penuh harapan. Mereka pun terpaksa mengungsi dari Beit Lahia, berpindah-pindah antar wilayah bersama ratusan ribu warga Palestina lainnya. Kelahiran Malak pada November 2024 menjadi momen kebahagiaan langka, namun tak lama setelahnya Yusuf tewas ditembak sniper Israel saat mengambil bantuan tepung di dekat pos Zikim, menambah duka Rufa’a.

Musim dingin memperburuk penderitaan. Rufa’a harus menambal tenda yang menampung sembilan orang, melawan angin dan hujan, sementara kamp itu dipenuhi tenda lain dengan kisah pilu serupa—kelaparan, penyakit, dan kedinginan mengintai setiap jiwa.

Dalam tenda lain, Manal Al-Arar (52) menanggung duka ganda. Suaminya, Ayman (50), tewas 23 Desember 2023 saat berusaha menyelamatkan kerabat di Shujaiya, rumah mereka hancur diterjang serangan Israel, meninggalkan Manal dan lima anaknya tinggal di tenda dekat tempat pembuangan sampah, tanpa perlindungan apapun.

Zaher Al-Wahidi, Direktur Pusat Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Palestina, menyebut perang ini menewaskan lebih dari 70.300 warga Palestina, melukai 171.000 lainnya, termasuk 20.000 anak dan 10.000 wanita. Lebih dari 22.750 perempuan dan 57.000 anak menjadi yatim piatu, sementara ribuan keluarga hancur total atau kehilangan anggota. Lebih dari 1.000 anak di bawah usia satu tahun tewas, dan 450 lahir hanya untuk meninggal di bawah serangan.

Meskipun menghadapi duka dan kesulitan ekstrem, perempuan-perempuan seperti Rufa’a dan Manal terus berjuang mempertahankan hidup dan menjaga anak-anak mereka, menantikan hari ketika kedamaian kembali menyelimuti Gaza yang luka.

(Sumber: Anadolu Agency)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here