— Sorak-sorai, pekikan “Allahu Akbar,” dan kegembiraan meliputi Jalur Gaza setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan, yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar.

Setelah 15 bulan penuh agresi, yang menyebabkan puluhan ribu syahid dan korban luka, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta kehancuran besar yang melanda wilayah tersebut akibat serangan bertubi-tubi, akhirnya harapan kembali muncul. Kondisi ini telah membawa penduduk Gaza ke dalam krisis kemanusiaan yang mendalam selama beberapa bulan terakhir.

Kesepakatan ini adalah buah dari upaya besar yang dilakukan oleh berbagai kekuatan regional, terutama Mesir, yang berhasil mengelola proses negosiasi melalui berbagai tahap. Selain itu, Mesir mampu memberikan tekanan besar kepada Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya melalui berbagai jalur simultan, baik melalui diplomasi, pengadilan internasional, maupun aspek kemanusiaan.

Dalam situasi di mana Israel terus menahan bantuan untuk penduduk Gaza, sikap keras kepala sayap kanan ekstrem Israel akhirnya terbongkar, menunjukkan kegagalan mereka dalam membenarkan pelanggaran yang dilakukan di berbagai kesempatan.

Sebelumnya, Israel dan Hamas telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata di Gaza mulai Ahas (19/1/2025). Gencatan senjata ini mencakup pertukaran tahanan setelah 15 bulan perang.

Kesepakatan gencatan senjata Israel dan Hamas diumumkan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani.

“Kedua pihak yang bertikai di Jalur Gaza telah mencapai kesepakatan tentang tahanan dan pertukaran tahanan, dan (para mediator) mengumumkan gencatan senjata dengan harapan mencapai gencatan senjata permanen antara kedua belah pihak,” kata Sheikh Mohammed dalam sebuah konferensi pers, Kamis (16/1) dikutip AFP.

Qatar selaku mediator perdamaian mengonfirmasi 33 tawanan Israel akan dibebaskan dalam tahap pertama gencatan senjata Gaza.

Seorang pejabat Hamas menggambarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza sebagai keuntungan besar yang mencerminkan legenda yang telah dicapai melalui keteguhan Gaza, rakyatnya, dan keberanian perlawanannya.

“Ini juga merupakan penegasan kembali kegagalan penjajahan untuk mencapai salah satu tujuannya,” kata Sami Abu Zuhri kepada Reuters.

Sejak Israel melancarkan agresi ke Palestina, mereka baru satu kali gencatan senjata dengan Hamas dan hanya berlangsung selama sepekan.

Setelah itu, Israel terus menggempur Gaza hingga Tepi Barat secara brutal. Imbas agresi mereka, lebih dari 46 ribu warga di Palestina meninggal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here