Spirit of Aqsa- Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid, pemimpin Partai “Harapan Baru” Gideon Sa’ar, dan pemimpin partai sayap kanan “Yisrael Beitenu” Avigdor Lieberman dijadwalkan bertemu untuk membahas rencana penggulingan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mengadakan pemilihan.
Sa’ar mengundurkan diri dari Pemerintahan Darurat Israel pada pertengahan Maret lalu, setelah mensyaratkan agar dirinya bergabung dalam Dewan Perang. Keputusan ini diambil sekitar dua minggu setelah ia memutuskan kemitraan dengan ketua “Kubu Nasional” Benny Gantz yang juga menjabat sebagai menteri di Dewan Perang.
Sa’ar bergabung dengan koalisi “Kubu Negara” yang dipimpin oleh Benny Gantz, pemimpin Partai “Biru dan Putih”, dalam pemilihan terakhir. Ia adalah salah satu pendukung paling vokal untuk menyingkirkan Netanyahu dari kursi perdana menteri mengingat tuduhan korupsi yang dihadapinya.
Pemerintahan Tidak Sah
Pertemuan ketiga tokoh ini terjadi di tengah krisis politik internal Israel dan meningkatnya tuntutan untuk menggulingkan pemerintahan Netanyahu, mengadakan pemilihan awal, dan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dengan kelompok perlawanan di Gaza.
Pada hari Senin lalu, Lapid dalam pidatonya di Knesset mengatakan bahwa pemerintahan Netanyahu tidak lagi layak dan sedang membawa Israel ke jurang kehancuran.
Ia menambahkan bahwa pemerintahan Netanyahu bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada 7 Oktober, menyebutnya sebagai bencana terbesar yang menimpa Yahudi sejak Holocaust.
Avigdor Lieberman, dalam wawancara dengan radio resmi, menuduh Netanyahu mendorong Israel ke arah kehancuran yang disebutnya sebagai “kehancuran Bait Suci Ketiga” demi mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri.
Selama beberapa bulan terakhir, Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat telah memimpin negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan antara kedua belah pihak.
Namun, negosiasi belum menghasilkan kesepakatan akhir karena penolakan Israel terhadap tuntutan Hamas untuk mengakhiri perang.
Sebagian warga Israel percaya bahwa Netanyahu menghalangi tercapainya kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas dan berusaha memperpanjang perang demi menghindari pertanggungjawaban dan kehancuran karier politiknya.
Kota-kota di Israel juga menyaksikan protes dari keluarga para tahanan yang ditahan di Gaza, yang menuntut dilaksanakannya kesepakatan pertukaran tahanan dan pemilihan awal.