Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden AS Donald Trump, membahas rencana Israel untuk menguasai seluruh Jalur Gaza. Dalam percakapan itu, Netanyahu menggambarkan operasi militer yang ia klaim akan berjalan “cepat,” meski tanpa menyebutkan batas waktunya.
Menurut pernyataan kantornya, Netanyahu berterima kasih kepada Trump atas “dukungan tanpa henti” sejak dimulainya agresi. Percakapan ini menjadi yang pertama sejak kabinet Israel mengesahkan rencana Netanyahu pada Jumat lalu untuk menduduki seluruh Gaza.
Meski publik tahu itu adalah operasi pendudukan, Netanyahu menghindari kata “okupasi” dan menggantinya dengan istilah “penguasaan” demi menghindari implikasi hukum internasional. Ia berdalih bahwa tujuan Israel adalah “membebaskan” Gaza dari Hamas, bukan mendudukinya. Bahkan, ia mengaku telah memerintahkan militer mempercepat jadwal penguasaan Kota Gaza untuk “mengakhiri perang secepat mungkin.”
Netanyahu juga membantah adanya kelaparan di Gaza, menuding PBB menolak mendistribusikan bantuan yang masuk melalui gerbang Karam Abu Salem. Pernyataan ini bertolak belakang dengan realitas di lapangan yang mencatat puluhan kematian akibat kelaparan, termasuk anak-anak.
Langkah Militer
Sumber dari media penyiaran Israel melaporkan, militer bersiap mengerahkan seluruh pasukan reguler ke Gaza untuk melaksanakan rencana pendudukan. Saat ini, mereka tengah menyusun detail taktis, termasuk jalur serangan, dan masih mempertimbangkan apakah operasi akan dilakukan sekaligus atau bertahap.
Rencana ini dimulai dengan pendudukan Kota Gaza di utara, disertai pengusiran sekitar satu juta warganya ke selatan. Kota akan dikepung, lalu pasukan melakukan penyerbuan ke kawasan padat penduduk. Tahap berikutnya mencakup pendudukan kamp-kamp pengungsi di pusat Gaza, wilayah yang sebagian besar telah hancur akibat pemboman sejak Oktober 2023.
Oposisi politik dan keluarga sandera Israel menuding Netanyahu sengaja memperpanjang perang demi mempertahankan posisinya.
Sejak 2 Maret lalu, Israel menutup seluruh gerbang menuju Gaza, memblokir total bantuan kemanusiaan. Puluhan ribu truk bantuan menumpuk di perbatasan, sementara yang diizinkan masuk hanya sedikit, tak mampu memenuhi kebutuhan dasar warga. Kebijakan ini telah menyeret Gaza ke jurang kelaparan massal.
Eskalasi Genosida
Dengan dukungan penuh AS, Israel terus melakukan pembantaian terhadap warga Palestina di Gaza—membunuh, menghalangi bantuan, menghancurkan infrastruktur, dan mengusir penduduk secara paksa. Serangan itu telah menewaskan 61.258 orang, melukai 152.045 lainnya, dan membuat lebih dari 9.000 orang hilang. Ratusan ribu kini hidup sebagai pengungsi di tengah bencana kelaparan yang merenggut nyawa, termasuk puluhan anak.
Israel juga telah mengeksekusi 237 jurnalis selama agresi ini, sebagai bagian dari upaya sistematis menghapus saksi mata dan membungkam kebenaran tentang kebiadaban yang mereka lakukan.