Spirit of Aqsa, Palestina – Penjara memang menjadi tempat penahanan bagi orang yang dianggap bersalah. Kendati begitu, hak-hak para tahanan tetap wajib dipenuhi oleh pengelola penjara, bahkan negara. Misalnya masalah kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian hingga tindakan medis jika ada tahanan yang memerlukan perawatan khusus.
Tapi nyatanya, pemenuhan hak-hak para tahanan diabaikan oleh penjajah Israel. Pada Senin malam (11/1), kabar duka menyebar ke sudut-sudut kota Al-Quds. Media lokal diwarnai pemberitaan mengenai kematian Muhammad Iyadah Shalahuddin. Dia merupakan mantan tahanan yang baru saja dibebaskan. Pemuda dari kota Hizma, timur laut Al-Quds itu nyatakan gugur malam tadi, waktu setempat. Ia meninggal dunia karena mendapat pengabaian medis di penjara Israel.
Iyadah dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada 7 April 2019. Pada 8 Juli 2020, pihak penjara penjajah Israel mengumumkan bahwa Shalahudin didiagnosis menderita kanker beberapa bulan ia dibebaskan dari penjara. Pembebasan itu atas persetujuan pengadilan khusus yang memutuskan membebaskan Iyadah lebih awal karena kondisinya semakin serius.
Pasukan pendudukan penjajah Israel mengklaim bahwa Shalahuddin menderita kanker selama bertahun-tahun.
Terkait hal ini, sekitar 700 tawanan Palestina di penjara penjajah Israel kondisinya sedang sakit, hampir 300 di antaranya menderita penyakit kronis, dan lebih dari sepuluh di antaranya menderita kanker.
Pusat Studi Tawanan Palestina menyatakan bahwa penjajah Israel harus bertanggung jawab atas kematian Muhammad Iyadah Shalahuddin (20 tahun), sebagai akibat dari penderitaannya yang disebabkan oleh kanker, yang dideritanya selama ditawan di dalam penjara penjajah Israel.
Shalahuddin ditangkap pada April 2019 dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Setelah satu tahun dua bulan berlalu sejak penangkapannya, kesehatannya memburuk, dan dia mulai menderita pembengkakan di tangan dan kakinya. Ketika dia dibawa ke dokter penjara dia memberitahu dokter kalau benjolan tersebut berminyak. Namun dokter penjara hanya memberinya parasetamol.
Setelahitu kesehatan Shalahuddin memburuk dan tidak dapat lagi menahan rasa sakit. Terpaksa pihak penjara memindahkannya ke Rumah Sakit Penjara Ramla. Setelah dilakukan diagnosa, dinyatakan menderita kanker di sumsum pada stadium lanjut akibat tidak dirawat atau diagnosa segara.
Setelah 16 bulan sejak penangkapannya, pihak penjajah Israel setuju untuk membebaskannya pada Agustus 2020 sebagai pengecualian, setelah kondisi kesehatannya menurun. Sejak dibebaskan dari penjara Israel, dia berpindah-pindah rumah sakit sebagai upaya untuk menghilangkan rasa sakitnya, karena kesehatannya menurun selama beberapa hari terakhir, dan akhirnya dinyatakan meninggal pada Senin malam.
Para tawanan yang mendekam di penjara penjajah Israel kondisi kesehatan mereka sangat berbeda. Mereka menjadi sasaran penyiksaan fisik dan psikologis secara brutal dan sistematis yang membahayakan dan melemahkan tubuh sebagian besar dari mereka.