Spirit of Aqsa, Palestina- Majalah British Economist melaporkan, agen-agen Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membocorkan informasi sensitif ke para jurnalis. Agen tersebut menyebut tentara Israel tidak sepenuhnya siap memulai invasi darat.
“Bahwa alih-alih membahayakan nyawa tentara Israel melalui invasi cepat, seperti yang disarankan oleh para jenderal Israel, diperlukan serangan udara yang lebih mematikan untuk menghancurkan jaringan terowongan gerakan,” tulis Majalah tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (27/10).
Netanyahu Berseteru dengan Militer Israel
Majalah British Economist menayangkan sebuah laporan tentang keretakan yang terjadi internal zionis Israel. PM Benjamin Netanyahu berseteru dengan komandan militer Israel terkait cara melawan Pejuang Hamas.
Majalah tersebut mengungkapkan, pemimpin partai Shas Yahudi ultra-Ortodoks, Aryeh Deri, membocorkan informasi bahwa tentara Israel tidak siap bertarung dengan Hamas. Informasi itu didapat setelah kunjungan mendadak ke markas Israel di perbatasan Gaza pada Selasa (24/10).
Letnan Kolonel Adraee tak Punya Pengalaman Militer
Laporan tersebut menyatakan, Letnan Kolonel Avichay Adraee (petinggi militer Israel) tidak memainkan peran resmi dalam pemerintahan dan tidak memiliki pengalaman militer. Dia diberikan posisi penting di militer karena sekutu politik penting Netanyahu.
Netanyahu Panik Kehilangan Kekuasaan
The Economist mengatakan, perang adalah sebuah latihan politik dengan cara lain. Dia mencatat, perang yang saat ini terjadi di Israel sudah terpolitisasi.
Meskipun jajak pendapat menunjukkan Israel secara luas mendukung serangan darat di Gaza, tapi jajak pendapat juga mengungkapkan dukungan terhadap Netanyahu telah menurun secara signifikan.
Sekitar 40% pemilih pendukung Partai Likud milik Netanyahu, akan memilih orang lain pada pemilu berikutnya. Menurut majalah Inggris tersebut, Netanyahu berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk menunjukkan kesediaannya untuk melenyapkan gerakan Hamas.
Semua pembicaraan di Israel mengerucut ke fase selanjutnya setelah pertempuran di Gaza. Bukan apa yang terjadi setelahnya. Lembaga keamanan Israel lebih memilih untuk melihat Otoritas Palestina kembali dan mengambil kendali atas Jalur Gaza.
Namun, salah satu pejabat senior mengakui bahwa tidak ada rencana ke arah ini. Pejabat itu menunjukkan, Netanyahu telah mengisolasi dan mengabaikan Gaza selama lebih dari satu dekade, karena percaya lebih aman membiarkan situasi di sana semakin memanas. Namun, serangan 7 Oktober menunjukkan betapa besarnya kegagalan kebijakan ini.
Majalah tersebut menyimpulkan laporannya dengan menegaskan, politisasi perang yang dilakukan Netanyahu saat ini, dan keengganannya untuk merencanakan masa depan, mungkin akan sangat merugikan Israel.