Spirit of Aqsa- Sepanjang jalur sejauh 1.000 meter, Ahmad Hawashin berjalan bersama sekelompok keluarga dari Kamp Pengungsi Jenin, di utara Tepi Barat, menuju Bundaran Al-Audah di pintu masuk barat kamp. Langkah ini dilakukan setelah pasukan pendudukan Israel mengancam akan menyerbu kamp tersebut dan memaksa mereka mengosongkan rumah-rumah mereka.

Di sekitar Bundaran Al-Audah dan kawasan yang dikenal sebagai “Wadi Burqin,” warga berkumpul, bersiap untuk diangkut ke desa-desa di wilayah barat kota Jenin. Namun, dalam perjalanan pengungsian ini, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu kapan semuanya akan berakhir.

Pengepungan dan Penutupan

Ahmad Hawashin menceritakan kepada Al Jazeera tentang bagaimana pasukan pendudukan memaksa warga kamp meninggalkan rumah mereka melalui jalur yang melewati Wadi Burqin menuju Bundaran Al-Audah.

“Di awal operasi, pendudukan mengepung Kamp Jenin dan menutup semua pintu masuknya, terutama pintu yang menuju ke Jalan Rumah Sakit Ibnu Sina hingga pusat kota. Siapa pun yang mencoba keluar dari sana ditembaki, yang menyebabkan banyak korban jiwa pada hari pertama serangan,” kata Hawashin.

Dengan pengepungan yang semakin ketat, buldoser bersenjata mendekati pintu masuk kamp, dan pasokan air yang terbatas akibat operasi keamanan, warga mencoba berkumpul di lokasi-lokasi tertentu. Namun, pasukan Israel memaksa mereka meninggalkan rumah melalui pengeras suara di Jalan Mahyub dan wilayah lain di kamp. Mereka diberitahu bahwa jalur keluar hanya melalui Wadi Burqin.

“Kami pertama kali berkumpul di Haret Hawashin, kemudian pindah ke Haret Jura Al-Dahab. Ketika bahaya semakin meningkat, kami memutuskan untuk meninggalkan kamp. Pesawat tanpa awak terus berputar di atas kami, mendekat saat kami bergerak. Pesawat itu menyampaikan pesan yang berulang-ulang, tetapi kami tidak memahami apa yang dikatakannya,” ungkap Hawashin.

Ia menambahkan, “Mereka membuka satu jalur keluar, dan di tengah jalur itu, mereka memasang alat pemindai wajah. Siapa pun yang dicurigai langsung ditangkap.”

Sekitar 100 orang terpaksa melewati jalur satu arah itu untuk keluar dari kamp dan kota, termasuk banyak anak-anak serta beberapa lansia. Pemuda-pemuda setempat bahkan harus menggendong beberapa pria tua di kursi sepanjang jalan karena mereka sakit dan tidak mampu berjalan.

Pengawasan dan Ancaman

Para pengungsi mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya perangkat pemindai wajah digunakan, dan mereka dipaksa melewati alat tersebut. Selain itu, untuk pertama kalinya juga, para pemuda ditangkap ketika melewati kamera elektronik.

Ahmad Hawashin melanjutkan, “Mereka membagi kami menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang. Mereka memindai wajah kami, dan siapa pun yang dicurigai langsung ditangkap. Awalnya, kami dipukuli, kemudian dipakaikan pakaian putih. Apa yang kami alami mirip dengan yang terjadi pada pengungsi dari utara Gaza dan rumah sakit-rumah sakitnya.”

Melalui media sosial, warga berbagi pesan tentang jalur keluar dan instruksi yang diberikan kepada mereka. Banyak pesan yang menggambarkan situasi ini mirip dengan apa yang terjadi di Gaza.

Namun, tidak semua keluarga memiliki kesempatan yang sama. Pasukan Israel melarang keluar setelah pukul lima sore dan memaksa mereka kembali ke kamp.

Komandan unit yang mengawasi operasi pengungsian melalui Wadi Burqin memberi instruksi kepada warga bahwa waktu diperbolehkan keluar pada hari berikutnya adalah dari pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore.

Situasi Darurat

Pada Rabu pagi, Pemerintah Kota Jenin bersiap menghadapi situasi darurat di kota dan kamp. Ratusan orang yang terjebak di Rumah Sakit Jenin akhirnya diizinkan keluar, sementara puluhan keluarga terpaksa meninggalkan rumah mereka di kamp.

Wali Kota Jenin, Muhammad Jarar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pihaknya berupaya mengamankan kebutuhan pengungsi. “Kami berkomunikasi dengan pemerintah desa di wilayah barat Jenin, meminta mereka menyediakan bus untuk mengangkut warga yang tiba di Bundaran Al-Audah, menampung mereka, dan menyediakan tempat tinggal sementara,” ujar Jarar.

“Kami mencoba memenuhi kebutuhan darurat mereka secara cepat. Meskipun tim kami dilarang bekerja di jalan oleh pasukan pendudukan, kami berkoordinasi dengan sejumlah lembaga internasional untuk menyediakan bantuan yang diperlukan,” tambahnya.

Sementara itu, Wali Kota Burqin, Muhammad Sabah, mengatakan bahwa pemerintah kota telah membuka beberapa tempat untuk menampung warga kamp yang mengungsi.

Bangunan besar yang dikenal sebagai “Diwan” — ruang serbaguna yang dimiliki keluarga-keluarga di desa-desa Palestina — di Burqin sedang disiapkan untuk menampung perempuan dan anak-anak yang keluar dari Kamp Jenin. Tempat itu dilengkapi kebutuhan seperti makanan, air, dan selimut hingga krisis ini selesai.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here