Puluhan ribu warga di berbagai kota Arab turun ke jalan pada Ahad (20/7) dalam aksi protes massal menolak perang, blokade, dan kelaparan yang terus melanda Gaza sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023. Mereka mengecam kebijakan genosida dan pengepungan yang menyebabkan krisis kemanusiaan akut di wilayah tersebut.
Di ibu kota Maroko, Rabat, puluhan ribu demonstran berbaris dari gerbang bersejarah Bab al-Had menuju parlemen, mengibarkan bendera Palestina dan menyerukan diakhirinya blokade Israel. Aksi ini digalang sejumlah organisasi masyarakat sipil termasuk Front Maroko untuk Dukungan Palestina. Para peserta menuntut keadilan internasional dan mengecam sikap pasif lembaga-lembaga dunia terhadap pembantaian di Gaza.
Aksi serupa terjadi di Mauritania, di mana massa memadati depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di ibu kota Nouakchott. Demonstran membawa bendera Palestina dan menyerukan penutupan kedutaan AS, sebagai bentuk protes atas dukungan Washington terhadap serangan Israel. Mereka juga mengutuk “perang kelaparan” yang menargetkan warga sipil Gaza.
Di Ramallah, Tepi Barat, ratusan warga Palestina menggelar aksi dukungan untuk Gaza. Dalam unjuk rasa yang digelar Komite Koordinasi Fraksi, Sekjen Inisiatif Nasional Palestina Mustafa Barghouti menyebut 70 ribu anak di Gaza terancam mati setiap saat karena kelaparan. Ia menyerukan perlawanan massal terhadap kebijakan “pemusnahan” Israel.
Tunisia juga ikut bersuara. Ratusan warga mengikuti long march yang dimulai dari Lapangan Republik hingga Jalan Habib Bourguiba, atas seruan “Koordinasi Aksi Bersama untuk Palestina”. Mereka mengusung pesan solidaritas bertema: “Jangan biarkan Gaza sendirian.”
Aksi-aksi ini sejalan dengan seruan global dari Hamas yang mengajak masyarakat dunia bergerak serentak menentang kebijakan kelaparan sistematis Israel di Gaza. Dalam pernyataannya, Hamas mendesak dunia untuk bersatu menyelamatkan rakyat Gaza dari “kematian oleh bom, lapar, dan haus”.
Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi lebih dari 900 warga Palestina—termasuk 71 anak-anak—tewas akibat kelaparan dan malnutrisi. Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup total semua jalur masuk ke Gaza, menghentikan bantuan makanan dan medis, memperparah krisis kemanusiaan.
Sejak Oktober 2023, agresi militer Israel telah menewaskan dan melukai sekitar 200 ribu warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta menyebabkan lebih dari 9.000 orang hilang dan ratusan ribu lainnya mengungsi. Dukungan penuh Amerika Serikat terhadap serangan ini menuai kecaman luas dari masyarakat global.