Spirit of Aqsa, Palestina- Sudah tujuh hari berlalu setelah 57 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab mengeluarkan resolusi melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa di Riyadh untuk membahas masalah Gaza. Namun, hingga saat ini belum ada pergerakan yang nampak untuk mengimplementasikan resolusi yang dihasilkan dari KTT tersebut.

Para analis percaya kegagalan menerapkan keputusan-keputusan KTT Arab dan Islam baru-baru ini karena tidak adanya kemauan politik. Mereka juga takut penjajah Israel akan melakukan hal yang sama terhadap mereka seperti yang dilakukan terhadap masyarakat Jalur Gaza.

Analis urusan internasional, Hossam Shaker, mengatakan, perlindungan kolektif bersama antara Arab dan Muslim seharusnya memberikan payung yang cukup bagi setiap langkah Arab dalam memperkenalkan konvoi kemanusiaan ke Jalur Gaza. Negara-negara lain dari Amerika Latin, Afrika dan Asia dapat bergabung dalam posisi 

“KTT Arab dan Islam yang diadakan baru-baru ini di Riyadh tidak memiliki kemauan politik, dan kemungkinan besar impotensi Arab dalam kasus Gaza disebabkan oleh ketakutan terhadap pendudukan Israel yang meneror wilayah tersebut,” kata Hossam merujuk pada respon PM Benjamin Netanyahu.

Padahal dalam konteks yang sama, negara-negara  Arab mampu melawan keinginan Amerika mengenai isu “OPEC Plus” mengendalikan harga minyak Rusia.

Negara-negara Arab dan Muslim kini menghadapi konflik keinginan: mengimplmentasikan hasil KTT Arab atau tindakan Netanyahu mencegah konvoi kemanusiaan memasuki Gaza.

“Jika negara-negara Arab dan Muslim kalah dalam pertempuran ini, itu berarti permainan telah berakhir dan mereka belum mengambil pelajaran dari peristiwa 7 Oktober lalu,” jelas analis tersebut.

Dr Hassan Ayoub, seorang profesor politik internasional dan komparatif di Universitas Nasional An-Najah, mengatakan, salah satu kunci untuk mengakhiri genosida yang dilakukan Israel terhadap penduduk Jalur Gaza adalah kehadiran komunitas Arab dan Islam yang nyata dan praktis. Bukan hanya slogan dan pernyataan kecaman.

“Liga Arab tidak lagi menjadi arena untuk membuat kebijakan Arab, mengekspresikan posisi bersama, mengaktifkan perjanjian pertahanan bersama Arab, atau berbicara tentang sistem Arab yang bersatu untuk menghadapi agresi Israel,” tutur Ayoub.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here