Langkah-langkah yang dilakukan dengan cepat oleh ‘pemerintah’ pendudukan penjajah Israel terkait dengan penyitaan dan penggusuran tanah di sekitar Masjid Ibrahimi di kota Hebron hanyalah salah satu dari episode kontrol ketat terhadap masjid dan Kota Tua di Hebron.

Sebuah spanduk yang baru-baru ini dipasang oleh para pemukim Yahudi di pasar grosir di Kota Tua Hebron, telah merangkung narasi adegan tersebut. Sepanduk tersebut mengatakan “Kami Akan Membangun Kembali Kampung (Pasar) Yahudi di Hebron.” Pasar grosir di Kota Tua Hebron yang ditutup sejak pembantaian di Masjid Ibrahimi pada tahun 1994 ini tetap menjadi fokus keserakahan para pemukim Yahudi karena posisi strategisnya dalam mengendalikan masjid Ibrahimi.

Sebelumnya Penasihat Yudisial Pemerintah Israel, Avihai Mandelblit, baru-baru ini menyetujui keputusan untuk menyita tanah yang terletak di sekitar Masjid Ibrahimi dalam konteks kebijakan pemerintah penjajah Israel untuk mengendalikan masjid sepenuhnya dan mengubahnya menjadi sebuah sinagog Yahudi dengan dalih modernisasi dan pengembangan tempat tersebut.

Penulis dan analis politik Dr. Khalil Tufakji, mengatakan bahwa otoritas penjajah Israel selalu berusaha untuk merebut Masjid Ibrahimi secara keseluruhan. Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Menurut Kesepakatan Oslo tahun 1993 antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan entitas penjajah Israel, bahwa pihak yang memiliki otoritas di Masjid Ibrahimi adalah pemerintah kota Hebron, bukan otoritas pendudukan penjajah Israel.

Sebelum itu sudah didahului oleh keputusan paling terkenal yang dikeluarkan oleh Menteri Perang Israel, Naftali Bennett, pada (1-12-2019) yang menyetujui implementasi rencana untuk membangun kampung permukiman Yahudi baru di dekat Masjid Ibrahimi di kompleks pasar grosir di Hebron.

Rencana tersebut menyebutkan tentang pembangunan toko-toko komersial baru sebagai ganti bangunan yang hancur, sambil menjaga hak-hak warga Palestina untuk membangun propeerti di lantai pertama. Sedangkan kampung baru Yahudi atau yang disebut dengan New Jewish Quarter ini akan mencakup kontinum regional yang saling terhubung antara Masjid Ibrahimi dan kampung Yahudi Abraham Avenue, yang diharapkan akan menggandakan jumlah orang Yahudi di kota Hebron.

Rencana tersebut mencakup penghancuran bangunan pasar untuk orang-orang Palestina yang tinggal di kota Hebron dan kotamadya, dan membangun toko-toko baru sebagai gantinya sambil menjaga hak-hak mereka (orang Palestina) pada properti di lantai pertama.

Toko-toko ini dimiliki oleh kotamadya Hebron dan sejumlah penduduk kota. Pasar ini ditutup atas perintah pihak otoritas penjajah Israel, setelah terjadi “pembantaian di Masjid Ibrahimi” pada tahun 1994, ketika seorang pemukim Yahudi bernama Baruch Goldstein menembaki para jamaah di Masjid Ibrahimi saat shalat subuh pada hari Jumat, 15 Ramadhan. Akibatnya, 29 jamaah terbunuh dan 150 terluka sebelum jamaah lainnya menyerbu pelaku dan membunuhnya.

Hussam Abu Al-Rab, Wakil Menteri Kementerian Wakaf Palestina, menegaskan bahwa rencana ini akan berakibat pada perampasan wakaf dari Masjid Ibrahim, juga perampasan area dan tanah milik masjid demi kepentingan proyek permukiman yang bertujuan untuk memperketat kendali mereka atas Masjid Ibrahimi.

Dia menambahkan bahwa ini adalah serangan secara nyata dan jelas terhadap kepemilikan eksklusif kaum muslimin, baik Masjid Ibrahimi itu sendiri atau wakaf yang terkait dengannya, yang jumlahnya banyak dan tersebar di sekitarnya dan di tempat-tempat lain di kota Hebron dan lainnya.

Dia memperingatkan bahwa pemerintah penjajah Israel memanfaatkan dunia yang sedang sibuk menghadapi pendemi Corona untuk memuluskan kebijakan-kebijakan permukiman, serta memanfaatkan dampak Corona di internal Israel untuk memastikan mulusnya keputusan mereka dengan reaksi minimal.

Dia menegaskan bahwa kementerian wakaf Palestina tidak akan tinggal diam dalam menghadapi serangan ini. Pihaknya akan bekerja untuk berdiri teguh melawannya.

Memisahkan jantung kota secara bertahap

Khalil Tufakji menegaskan bahwa keputusan penjajah Zionis untuk mendirikan kampung Yahudi baru adalah hasil dari kerja permukiman yang dilakukan secara bertahap selama bertahun-tahun, yang bertujuan untuk memisahkan jantung kota Hebron dari sekitarnya, di mana kendaraan-kendaraan dilarang masuk ke sana. Sedangkan Jalan Syuhada dan Pasar Grosir merupakan inti dari konflik di daerah itu. Penduduk di lokasi-lokasi tersebut hidup dalam kondisi terisolasi dan tinggal di antara pos-pos militer penjajah Israel yang berdekatan.

Dia menambahkan bahwa ada 3.400 unit rumah di Kota Tua, sepertiganya telah dikosongkan. Begitu juga, sebagian besar apartemen kosong ada di daerah yang berada di bawah kendali langsung para pemukim Yahudi.

Juga ada 1.500 toko komersial ditutup selama hampir dua puluh tahun. Sepertiga di antaranya ditutup oleh perintah militer Israel. Yang lain karena intimidasi yang dilakukan para pemukim Yahudi dan larangan aktivitas yang melumpuhkan pasar dan membuat takut para pedagang.

Rencana bertahap sejak 1967

Rencana untuk mengendalikan Masjid Ibrahimi di kota Hebron sudah dimulai sejak pendudukan kota pada tahun 1967, dengan mengambil alih beberapa bangunan di dalam kota dan mengubahnya menjadi perkampungan perumahan untuk orang Yahudi. Mulai dilaksanakan rencana Yahudisasi dengan masuknya 73 pemukim Yahudi ke kota Hebron pada 10 Mei 1968, di mana mereka mendiami Immortal River Hotel, dan mereka menyatakan niatnya untuk menetap, dengan mendapat dukungan dari otoritas pendudukan penjajah Israel.

Para pemukim pendatang Yahudi mulai membuka ruang lingkup pemerintahan militer. Mereka menuntut didirikannya beberapa kegiatan komersial dan ekonomi di dalam kota, terutama di kawasan Masjid Ibrahimi, di mana ada gua “Makevila”. Maka mereka mendirikan sebuah restoran untuk pengunjung Yahudi, dan toko-toko untuk alat keagamaan dan peringatan, sebagai pijakan awal mereka untuk menanam koloni-koloni di sekitar Masjid Ibrahimi dan pusat kota tua Hebron.

Pada tahun 1968, pemerintah penjajah Israel menyetujui pembangunan sebuah sekolah agama Yahudi di Hebron, untuk menarik dan mendatangkan para pendukung dan penyeru Yahudisasi dan permukiman Yahudi. Hal ini mendorong kunjungan terus-menerus para pemukim pendatang Yahudi ke kawasan Masjid Ibrahimi. Mereka mengubah sebagian dari masjid menjadi ruang ibadah (Yahudi), sebagai persiapan tahap awal untuk menguasai masjid dan lingkungan sekitarnya.

Pada bulan September 1968, otoritas pendudukan penjajah Israel mengizinkan para pemukim pendatang Yahudi untuk mendirikan sinagog, di depan Masjid Ibrahimi. Ini adalah langkah pertama dalam menciptakan realitas geografis Yahudi di dalam pusat kota. Dan pada tahun 1968 juga, pasukan pendudukan penjajah Israel membuka pintu masuk dan jalur baru ke masjid, dan mendirikan titik-titik pengawasan militer di sekitar area tersebut.

Koloni-koloni permukiman Yahudi pertama didirikan di dalam kota tua yang berdekatan dengan Masjid Ibrahimi pada tahun 1978, ketika sekelompok pemukim pendatang Yahudi menempati gedung Dabwiya di pusat kota. Para pemukim pendatang Yahudi kemudian menyebutnya “Beit Hadassah”. Setelah “Aksi Dabwiya” (serangan oleh warga Palestina) tahun 1980, sebagai reaksi terhadap aksi tersebut, otoritas pendudukan penjajah israel menghancurkan puluhan rumah. Untuk memperluas koloni permukiman yang memiliki letak strategis, dan saat ini dihuni oleh 15 keluarga Yahudi.

Pada tahun 1983, pendudukan pwnjajah Israel mendirikan koloni Yahudi di dekat gedung Dabwiyya, yang dikenal sebagai “Beit Romano”, setelah mereka menguasai sekolah Usamah bin Munqidz, dengan dalih bahwa sekolah tersebut milik Yahudi. Kemudian ditambahkan lantai lain pada bangunan tersebut dan dirubah menjadi sekolah agama Yahudi.

Pada tahun 1984, pendudukan penjajah Israel mendirikan koloni Yahudi baru (Abraham Avenue) di situs arkeologi di Tel Rumeida. Mereka menutup pasar sentral sayuran di Kota Tua. Kemudian setelah itu diserahkan kepada para pemukim pendatang Yahudi untuk mendirikan koloni-koloni baru, di samping koloni-koloni lain seperti Beit Hassoun dan Beit Shennerson.

Menurut laporan Komite Rehabilitasi Hebron, para pemukim Yahudi mengambil alih 20% dari properti Palestina di jantung kota, dan mengubahnya menjadi koloni-koloni permukiman. Saat ini, sekitar 800 pemukim Yahudi tinggal di dalamnya, dan secara kontinyu mereka dijaga oleh sekitar 1500 tentara Israel.

Melihat lokasi koloni-koloni ini, menunjukkan bahwa mereka berada di lokasi yang strategis. Menghadap ke kota tua dan beberapa perkampungan di kota Hebron. Koloni-koloni ini terhubung satu sama lain, juga terhubungan dengan kompleks permukiman Yahudi “Kiryat Arba” lewat kuil permukiman tersebut untuk memfasilitasi transportasi ke dan dari sana, selain untuk memfasilitasi akses ke Masjid Ibrahimi.

Sumber: Pusat Informasi Palestina

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here