Media resmi Israel melaporkan bahwa Angkatan Laut Israel tengah bersiap untuk menghentikan Armada Sumud Flotilla di tengah laut. Pemerintah Israel bahkan memberi instruksi jelas: kapal-kapal kemanusiaan itu tidak boleh mencapai Gaza dalam kondisi apa pun.
Rencana operasi sudah disusun. Para relawan dari berbagai negara akan dipindahkan secara paksa ke kapal perang Israel, dengan dalih jumlah kapal flotilla yang besar. Armada ini kini berada di kawasan laut yang sebelumnya menjadi lokasi Israel membajak dua kapal kemanusiaan, Madeleine dan Handala.
Dari atas kapal, Rose Ikema, direktur organisasi MiGreat yang ikut berlayar, menyampaikan pesan keras: “Kami hanya berjarak 150 mil laut dari Gaza. Israel harus menghentikan genosida, membuka blokade, dan membiarkan makanan masuk. Rakyat Palestina sedang kelaparan.”
Seruan Internasional
Manajemen Armada Sumud menyerukan agar pemerintah negara-negara yang kapalnya ikut dalam misi ini—termasuk Turki, Italia, dan Spanyol—benar-benar mengawal hingga ke pantai Gaza. Mereka menegaskan bahwa kebebasan berlayar dan akses kemanusiaan adalah hak yang dilindungi hukum internasional, bukan belas kasihan Israel.
Turki sendiri telah mengerahkan tiga drone jarak jauh dari Pangkalan Udara Çorlu yang sejak tiga hari terakhir terus memantau pergerakan flotilla. Italia memperingatkan bahwa armada sudah masuk ke zona berisiko tinggi, bahkan sempat mengusulkan agar bantuan dialihkan lewat Siprus. Namun Armada Sumud menolak, menegaskan bahwa misi mereka adalah membuka langsung jalur kemanusiaan ke Gaza, bukan menyerah pada blokade.
Armada Terbesar dalam Sejarah
Armada Sumud kali ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah upaya menembus blokade. Terdiri dari 50 kapal dan lebih dari 500 aktivis dari 40 negara, termasuk organisasi Freedom Flotilla Coalition, Global Gaza Movement, Convoy Sumud, serta Samud Nusantara dari Malaysia.
Mereka membawa bantuan darurat—terutama obat-obatan—menuju Gaza, wilayah kecil berpenduduk 2,4 juta jiwa yang telah dikepung Israel selama 18 tahun. Sejak 2 Maret lalu, blokade kian diperketat: semua pintu masuk ditutup, truk-truk bantuan menumpuk di perbatasan, sementara warga Gaza terjebak dalam bencana kelaparan.