Spirit of Aqsa, Palestina- American Bloomberg Network berhasil mewawancarai narasumber dari dinas keamanan Israel terkait proses pencarian tahanan yang dibawa Hamas ke Jalur Gaza. Israel sampai harus menyewa dua jasa perusahana mata-mata untuk menentukan lokasi tahanan di Jalur Gaza.
Dinas keamanan Israel meminta bantuan dari perusahaan spionase dunia maya, termasuk perusahaan yang memproduksi program Pegasus, untuk menentukan lokasi para tahanan di Jalur Gaza.
American Bloomberg Network mengutip empat sumber di bidang keamanan siber dan seorang pejabat pemerintah Israel. Dua perusahaan itu adalah NSO dan Candero. Dua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memproduksi program Pegasus.
Dua perusahaan tersebut sebenarnya masuk dalam daftar hitam AS, namun telah diminta untuk segera mengembangkan kemampuan spionase untuk memenuhi kebutuhan pasukan Israel.
Kedua perusahaan, bersama dengan banyak perusahaan perangkat lunak lain, bekerja sama untuk menerapkan permintaan ini dan menyediakan layanan yang diperlukan secara gratis.
Kementerian Pertahanan Israel belum menanggapi permintaan komentar dari Bloomberg, sementara tentara Israel dan NSO menolak berkomentar. Adapun Candero mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya siap memberikan bantuan dalam upaya perang dengan cara apa pun yang diperlukan, tanpa menjelaskan secara rinci.
Bloomberg mengutip sumber lain yang mengatakan Israel sedang mempertimbangkan kemungkinan opsi menawarkan informasi intelijn kepada negara yang bisa membantu menemukan lokasi tahanan.
Pada November 2021, Departemen Perdagangan AS mem-balck list NSO dan Candero. Dua perusahaan itu masuk dalam daftar perusahaan yang dilarang karena dianggap ancaman terhadap keamanan nasional. Hal itu sempat mengejutkan banyak pengamat.
Departemen Perdagangan AS mengatakan, NSO menjual spyware kepada pemerintah asing yang bisa digunakan untuk menargetkan pejabat pemerintah, jurnalis, penentang, dan lainnya.
Menurut penyelidikan jurnalistik, perangkat lunak NSO menembus ponsel dari 14 pemimpin dunia dan lebih dari 180 jurnalis, serta ratusan aktivis, aktivis hak asasi manusia, dan pejabat pemerintah di banyak negara.
Sumber: Al Jazeera