Hamas mengumumkan akan menunda pertukaran tahanan yang sedianya dilaksanakan pada Sabtu (15/2/2025) mendatang. Hal itu dikarenakan Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata.
Hamas mengaku telah memenuhi seluruh kewajiban sesuai perjanjian pertukaran tahanan, namun Israel gagal menjalankan kesepakatan. Dalam pernyataan resminya, Hamas menyebut bahwa penundaan pembebasan tahanan merupakan langkah peringatan bagi Israel agar lebih patuh terhadap perjanjian yang telah disepakati.
Hamas menegaskan bahwa keputusan untuk menunda pembebasan dilakukan lima hari sebelum batas waktu penyerahan guna memberi kesempatan bagi mediator untuk menekan Israel. Hamas juga menekankan bahwa langkah ini bertujuan menjaga peluang pertukaran tahanan tetap berjalan sesuai jadwal, asalkan Israel mematuhi ketentuan perjanjian.
Di sisi lain, media Israel Kanal 12 melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, meminta Presiden AS, Donald Trump, untuk menunda penarikan pasukan Israel dari Lebanon selama beberapa pekan.
Sementara itu, harian Yedioth Ahronoth, mengutip sumber Israel, melaporkan bahwa meskipun pernyataan Hamas menimbulkan kekhawatiran, masih ada cukup waktu untuk mengatasi krisis sebelum Sabtu. Sumber tersebut juga menyebutkan bahwa Israel belum menganggap perjanjian pertukaran dalam kondisi runtuh, dan tim negosiasi Israel menilai sikap Hamas sebagai tekanan psikologis untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Di dalam negeri, Israel menghadapi tekanan dari warganya sendiri. Demonstrasi pecah di Tel Aviv, di mana para pengunjuk rasa menutup jalur Ayalon dan menuntut pemerintah melanjutkan proses pertukaran tahanan.
Presiden Israel juga angkat bicara mengenai situasi yang semakin tegang. Ia menyatakan bahwa Israel sedang menghadapi masa sulit dan menyerukan penyelesaian semua tahap perjanjian demi memulangkan para tahanan Israel yang masih berada di Gaza.