“Balas dendam untuk pembunuh anak-anak Gaza.”

Inilah judul berkas yang berisi data lebih dari 2000 tentara angkatan udara Israel, yang bocor oleh Hamas menurut laporan Haaretz pada Juli ini. Haaretz menyebut kebocoran ini sebagai “mimpi buruk siber”, mengingat detail mendalam yang dikumpulkan melalui operasi siber untuk intelijen.

Berkas-berkas ini, sepanjang lebih dari 200 halaman, tersedia di platform peretasan sejak Desember tahun lalu dan kini dibagikan kepada wartawan investigasi internasional. Setiap berkas mencakup informasi rinci seperti nama lengkap, unit, nomor identifikasi, nomor telepon, alamat email, akun media sosial, keluarga, kata sandi, nomor kendaraan, dan data bank.

Serangan ini bukan muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari perkembangan perang siber yang telah berlangsung lama. Pada Mei 2021, Hamas mengumumkan pembentukan unit siber yang diawasi oleh Juma’a al-Talha, yang tewas dalam Perang Saif al-Quds 2021. Al-Talha memimpin serangan siber terhadap fasilitas militer dan infrastruktur penting Israel.

Data yang terkumpul berasal dari kebocoran atau peretasan sebelumnya, kemungkinan besar dari server non-militer Israel, serta dari media sosial dan basis data publik. Pengumpulan ini dilakukan oleh program otomatis bernama “Profiler”, yang menggabungkan informasi dari sumber terbuka untuk menyusun profil intelijen.

Kebocoran ini memudahkan serangan lanjutan terhadap tentara Israel, seperti penipuan phishing yang menargetkan tentara penting. Data ini juga bisa digunakan untuk rekayasa sosial, yakni manipulasi psikologis untuk mencuri informasi sensitif.

Faksi perlawanan Palestina, khususnya Hamas, telah lama fokus pada pengumpulan intelijen melalui spionase siber. Pada 2018, mereka menyembunyikan perangkat mata-mata dalam aplikasi skor Piala Dunia, mengumpulkan data penting tentang fasilitas militer Israel. Pada April 2022, Hamas melakukan operasi spionase kompleks yang menargetkan tokoh-tokoh penting Israel, mengumpulkan informasi sensitif dari perangkat mereka.

Pasca 7 Oktober, unit siber Hamas melanjutkan operasi dengan serangan penghancuran data menggunakan perangkat “Wiper”, menghancurkan infrastruktur perusahaan Israel. Hamas juga mengklaim telah meretas Kementerian Pertahanan Israel, mendapatkan jutaan data tentang tentara cadangan.

Laporan dari Dewan Atlantik pada November 2022 menyoroti strategi siber Hamas yang berkembang, meski dibatasi oleh blokade Gaza. Mereka menggunakan taktik sederhana namun efektif, seperti phishing dan perangkat lunak jahat.

Pada 2017, Hamas menggunakan rekayasa sosial untuk mengelabui tentara Israel agar mengunduh aplikasi perpesanan yang sebenarnya adalah alat mata-mata. Mereka juga menggunakan perangkat mata-mata pada ponsel untuk mengumpulkan data penting.

Pada 2023, Hamas meluncurkan serangan yang menyasar insinyur perangkat lunak Israel melalui LinkedIn, mengelabui mereka untuk mengunduh perangkat lunak berbahaya. Tim Google menemukan bahwa serangan ini menunjukkan tingkat kecanggihan baru dalam operasi siber Hamas.

Kesimpulannya, Hamas terus mengembangkan kemampuan siber mereka, yang kini mencapai tingkat kedewasaan dan kecanggihan baru, menjadikan operasi mereka penting untuk diawasi di masa mendatang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here