Spirit of Aqsa, Jakarta- Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, meminta pemerintah Indonesia mengambil langkah konkret dalam membanu rakyat Palestina. Menurut dia, pemerintah Indonesia perlu mengirimkan bantuan kemanusiaan, guna selamatkan korban sipil dari serangan zionis Israel.
Bantuan kemanusiaan itu berupa obat-obatan, makanan, dan kebutuhan mendasar. Masyarakat sipil menjadi kelompok paling mendesak diselamatkan saat ini akibat gempuran zionis Israel di Jalur Gaza. Warga sipil paling menderita dan menjadi korban.
“Mereka yang paling menderita dan menjadi korban,” kata Fadli Zon melalui keterangan pers di Jakarta, Kamis (12/10).
Dia menjelaskan, zionis Israel memang memiliki senjata lebih canggih daripada pejuang Al-Qassam. Namun, zionis Israel menarget warga sipil, bahkan banyak situs-situs dan rumah ibadah umat Islam serta umat Kristen yang hancur akibat serangan udara Israel.
“Juga rumah-rumah penduduk yang tidak berdosa sehingga banyak anak-anak perempuan dan ibu-ibu menjadi korban,” jelas Fadli Zon.
Selain itu, Fadli Zon menilai hal konkret lainnya dalam mendukung Palestina adalah dengan menyuarakan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina di forum-forum internasional. Ini merupakan langkah konkret kita harus secara politik.
“Indonesia ini negara muslim terbesar yang tentu suaranya didengar oleh dunia internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui Organisasi Konferensi Islam dan negara-negara lain. Saya kira kita perlu menyuarakan bagaimana kita bisa menyelesaikan persoalan ini,” ucapnya.
Menurutnya, Indonesia punya posisi yang penting dalam forum internasional. Maka itu, melalui proses negosiasi dalam forum-forum tersebut bisa membuat de-eskalasi, terutama menyetop agresi dan mengembalikan wilayah-wilayah Palestina yang direbut oleh pendudukan Israel di wilayah-wilayah Palestina.
“Jadi sesuaikan saja dengan aturan main international yang sudah disepakati dan bagaimana memenuhi apa yang sudah menjadi resolusi-resolusi PBB itu, kembalikan wilayah Palestina itu sesuai dengan garis di tahun 1967,” ungkap anggota Komisi I DPR itu.