Spirit of Aqsa, Palestina- Seorang pejabat senior di Kementerian Keuangan Israel menyatakan, Israel harus mengeluarkan jumlah yang lebih besar untuk membiayai perang melawan perlawanan Palestina. Biaya tersebut jauh dari perkiraan Bank Israel yang menyebut biaya perang tidak akan melebihi biaya Covid-19 sekitar 50 miliar dolar.
“Saya tidak berpikir itu akan melebihi apa yang kita keluarkan selama Covid, tapi saya pikir mereka (di bank sentral) terlalu optimis mengenai biaya perang,” kata pejabat di Departemen Akuntan Jenderal di kementerian yang mengelola keuangan pemerintah, dikutip Al Jazeera.
Senin (23/10), Bank Sentral memperkirakan defisit anggaran pada 2023 akan mencapai 2,3% dari PDB dan 3,5% pada 2024, dibandingkan mencapai surplus pada 2022 jika konflik tetap terbatas di Jalur Gaza dan tidak meluas ke bidang lain.
Selama pandemi ini, Israel menghabiskan sekitar 200 miliar shekel ($50 miliar) untuk langkah-langkah menghadapi dampaknya.
Kemarin, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menyatakan, anggaran Israel saat ini “tidak lagi sesuai” karena perang Gaza dan akan diubah. Israel belum mengevaluasi dampak tidak langsung terhadap perekonomian, yang memasuki keadaan lumpuh sebagian karena mobilisasi massal tentara cadangan dan serangan roket Palestina yang intens. Dia memperkirakan kerugian langsung dari perang tersebut mencapai satu miliar syikal ($250 juta) per hari.
Smotrich menggambarkan penurunan ekspektasi Standard & Poor’s menjadi “negatif” dari “stabil” sebagai “mengkhawatirkan”. Namun, dia tidak memperkirakan defisit besar akan terjadi di Israel meskipun terjadi krisis.
Berdasarkan undang-undang anggaran umum di Israel, nilai anggaran negara pada 2023 adalah 484 miliar shekel ($132 miliar), dan 514 miliar shekel ($140 miliar) untuk 2024.