Saat Gaza menghadapi salah satu krisis kemanusiaan paling tragis dalam sejarahnya (dengan lebih dari 2,4 juta jiwa terkepung, kelaparan merajalela, dan bantuan nyaris tak masuk) mesin propaganda Israel justru bergerak ke arah sebaliknya: membanjiri media sosial dengan narasi palsu yang menolak kenyataan.
Melalui video makanan mewah, sindiran kejam, dan tudingan palsu terhadap korban, kampanye digital yang terorganisir secara sistematis diluncurkan oleh jaringan pro-Israel untuk menipu publik internasional dan mengaburkan tragedi yang sedang berlangsung.
Laporan investigasi oleh tim SAND, divisi verifikasi milik Al Jazeera, mengungkap bagaimana kampanye ini bekerja, siapa yang berada di baliknya, dan bagaimana mereka berupaya membalikkan fakta menjadi ilusi.
Video Makanan Mewah: Ilusi Tengah Krisis
Awal Juli 2025, sejumlah akun anonim di platform X (sebelumnya Twitter) mulai membagikan video makanan lezat, minuman segar, dan produk kecantikan dari beberapa wilayah di Gaza. Tujuannya: membangun kesan bahwa kehidupan di Gaza baik-baik saja, dan kabar kelaparan hanyalah drama palsu.
Video-video ini diunggah berulang, mengabaikan total laporan dari lembaga internasional dan kesaksian warga yang menggambarkan kelaparan ekstrem dan kekurangan gizi akut, terutama di wilayah terkepung yang tak terjangkau bantuan.
“Bolly-Yahudi” dan “Gaza-Wood”: Humor Hitam yang Kejam
Tak cukup dengan gambar makanan, akun-akun pro-Israel menggunakan istilah mengejek seperti “Bolly-Yahudi” dan “Gaza-Wood” (parodi dari Bollywood dan Hollywood) untuk menyindir korban Palestina sebagai “aktor” dalam bencana buatan.
Salah satu klaim absurd menyebut seorang ibu yang mengeluh lapar dalam wawancara ternyata memegang “iPhone mahal.” Namun, pemeriksaan fakta membuktikan ia hanya membawa ponsel murah merek Redmi.
Video lain menunjukkan pesta makan besar yang diklaim baru, padahal setelah diverifikasi, ternyata rekaman lama yang diedarkan ulang sebagai bagian dari narasi penyesatan.
Tagar #TheGazaYouDontSee: Wajah Kampanye Global
Di bawah tagar #TheGazaYouDontSee, ribuan akun mulai menyebarkan narasi palsu bahwa “kelaparan di Gaza adalah hoaks.” Dalam waktu singkat, tagar ini mendunia, digunakan dalam berbagai bahasa (Inggris, Jepang, bahkan Skandinavia) dengan pesan seragam: menyangkal realitas, menyerang lembaga HAM, dan memfitnah media independen.
Siapa Dalangnya?
Analisis jaringan yang dilakukan SAND terhadap 2.000 unggahan menunjukkan kampanye ini bukan spontanitas publik, melainkan hasil koordinasi yang sangat terstruktur. Akun @imshin menjadi pusat utama penyebaran, diikuti akun-akun pendukung seperti @GAZAWOOD1 dan @osint613 yang memainkan peran berbeda namun saling melengkapi.

Semua akun ini terhubung dalam pola “centralized bridge”, struktur yang memungkinkan satu narasi diulang dalam banyak bahasa, oleh banyak akun, dalam waktu yang terkoordinasi.


Mereka Tak Sekadar Bohong. Mereka Mengolok-olok Penderitaan
Yang lebih tragis, sebagian konten dalam kampanye ini tidak hanya membantah kenyataan, tapi menertawakan derita. Salah satu akun bahkan menyindir wartawan Gaza yang hanya minum air garam karena tak ada makanan, seolah menggambarkan itu sebagai “teater.”
Namun fakta tak bisa disembunyikan. Salah satu restoran yang dijadikan bukti “kemewahan Gaza” justru mengumumkan lewat akun resminya bahwa mereka menutup operasional karena kehabisan bahan makanan.
Bukan Isolasi, Ini Serangan Terpola terhadap Kebenaran
Akun-akun seperti @TrollAndoVoy dan @tantemay dari Eropa ikut menyebar pesan bernada sinis terhadap laporan HAM. Mereka menyerang kredibilitas organisasi internasional dan menuding semua laporan tentang Gaza sebagai “propaganda.”
Namun pola bahasa, waktu unggahan, dan isi yang seragam menunjukkan ini bukan kebetulan. Ini adalah operasi informasi, usaha sistematis untuk menghapus realitas penderitaan warga Gaza dan menggantikannya dengan citra palsu demi membenarkan pengepungan dan genosida.
Kesimpulan: Saat Fakta Dilecehkan, Suara Kebenaran Harus Lebih Nyaring
Kampanye “Gaza-Wood” adalah lebih dari sekadar lelucon kejam. Ini adalah bagian dari upaya terstruktur untuk mematikan empati global, menjauhkan dunia dari kenyataan di Gaza, dan memungkinkan kekejaman terus berlangsung tanpa perlawanan.
Saat mereka berusaha membungkam realitas dengan video makanan, warga Gaza (termasuk jurnalis, anak-anak, dan ibu hamil) terus syahid karena lapar dan bom.
Kini, lebih dari sebelumnya, dunia tak boleh diam.