Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Dr. Munir Al-Barsh, menggambarkan kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza sebagai “bukti nyata lumpuhnya nilai-nilai kemanusiaan dan kegagalan total lembaga-lembaga internasional, termasuk PBB.” Ia memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Gaza sedang berada di ambang kehancuran total.
Dalam pernyataannya, Dr. Al-Barsh menyoroti kegagalan komunitas internasional dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan, meski bencana kelaparan sudah merajalela. “Ini adalah wajah asli peradaban Barat yang selama ini membanggakan diri atas hak asasi manusia dan hak anak, tetapi kini terbukti gagal di ujian paling mendasar,” tegasnya.
Ia menggambarkan bagaimana anak-anak Gaza menghembuskan napas terakhir di hadapan kedua orang tua mereka, sementara dunia hanya menjadi saksi bisu. Tak ada perlindungan, tak ada bantuan. Hanya sunyi yang menjawab jeritan rakyat yang dizalimi.
Proyek Sistematis untuk Menghancurkan Masyarakat Palestina
Lebih lanjut, Al-Barsh mengungkap strategi kejam yang digunakan penjajah: “membiarkan rakyat Gaza kelaparan dan mengobarkan kekacauan sebagai alat untuk meruntuhkan ketahanan sosial.” Ia menyebutnya sebagai bentuk rekayasa kekacauan yang disengaja—”rekayasa sosial yang kejam dan menakutkan”—yang bertujuan memecah belah dan melumpuhkan struktur kejiwaan serta kehidupan bermasyarakat warga Palestina.
Gaza Dikosongkan, Rakyat Terusir
Proyek pengusiran besar-besaran terus berlangsung. Wilayah utara Gaza telah dikosongkan dari sekitar 400 ribu penduduk, disusul wilayah Rafah, dan kini, penjajah mengincar Khan Younis serta sebagian besar wilayah di Gaza untuk dikosongkan dari rakyatnya.
Sistem Kesehatan Kolaps, Rumah Sakit Hancur
Di bidang kesehatan, situasinya semakin mengerikan. Dari 38 rumah sakit yang sebelumnya beroperasi di Gaza, kini hanya tersisa 17 yang berfungsi sebagian. Sisanya, 21 rumah sakit, telah lumpuh total akibat serangan brutal.
Salah satu serangan paling mencolok menargetkan pusat dialisis satu-satunya di Gaza Utara—bagian dari Rumah Sakit Indonesia—yang dulunya melayani 160 pasien gagal ginjal. Fasilitas yang bernama Pusat Noura Al-Kaabi itu dibangun oleh Qatar dan diresmikan hanya beberapa hari sebelum agresi terakhir.
Dr. Al-Barsh menggambarkan bagaimana tank Israel dan lima buldoser menyerbu pusat medis itu, “mengoyaknya seperti sepotong daging,” hingga rata dengan tanah. “Ini adalah kebiadaban yang tak bisa dibandingkan dengan apa pun di dunia. Penjajah benar-benar menggilas rakyat Gaza dengan kebrutalan dan kekejaman tanpa batas,” ucapnya.
Metafora yang Nyata: Gaza dalam ‘Metafora Kematian’
Tentang kondisi warga secara umum, Al-Barsh berkata lirih, “Orang-orang hidup di jalanan tanpa tahu ke mana harus pergi. Tak ada tempat berlindung selain kepada Allah. Kata-kata tak mampu menggambarkan penderitaan mereka. Mereka hidup dalam labirin kematian, dari satu kamp pengungsian ke kamp lainnya.”
Ia juga menceritakan kesedihan pribadinya: keluarga kakaknya, Umm Mazen, gugur dalam serangan udara Israel. Sepuluh anggota keluarga mereka syahid dalam sekejap, rumah tempat mereka tinggal dihancurkan total. Sebelumnya, rumah itu juga sempat diserang dan menewaskan cucunya, Salah, serta melukai anaknya, Marwan. Hari ini, rumah yang telah hancur itu kembali dibombardir tanpa peringatan.