Spirit of Aqsa, Palestina – Musim dingin menjelma momok menakutkan bagi para pengungsi di Palestina. Cuaca ekstrem yang menembus hingga tulang itu menambah daftar penderitaan yang harus dilalui warga Palestina. Tak sedikit warga Palestina yang harus melawan keganasan musim dingin di bawah tenda dan pakaian seadanya.
Sebut saja keluarga warga Al-Maqdisi Fawaz Abdu yang tinggal di Kota Jabal Al-Mukaber, Al-Quds. Anak-anaknya masih kecil. Ia mendirikan sebuah tenda tepat di atas bekas rumahnya yang dirobohkan penjajah Israel.
30 November lalu, kala itu gelap telah menyelimuti bumi Palestina. Dingin pun tak bisa dilawan dengan pakaian tipis. Namun tindakan tak manusiawi penjajah Israel menambah penderitaan keluarga Abdu. Mereka mengancam Abdu, jika ia tidak merobohkan rumahnya dalam 1X24 jam, maka penjajah Israel akan merobohkan secara paksa ditambah denda 100.000 syikal.
Penjajah lalu merobohkan rumah Abdu menggunakan buldoser. Hanya dalam sekejap mimpi seumur hidup berubah menjadi puing-puing.
Terjebak meski menderita
Meski di tengah cuaca dingin yang menggigit dan bisa saja menciptakan depresi, namun Abdu tetap bertahan. Ia membangun tenda untuk melindungi anak-anaknya dari keganasan musim dingin. Ia tak mengindahkan penderitaan demi kebahagiaan anak-anaknya.
Tenda itu hanya satu ruangan berdiri tepat di atas puing-puing bekas rumah Abdu. Ia meletakkan rumput kering dengan harapan cuaca beku sedikit bisa teratasi. Ia memasukkan beberapa prabot rumah tangga yang selamat dari keganasan penjajah Israel.
“Saya tidak akan datang dari Yerusalem, ini adalah negara kami dan kami akan tinggal di dalamnya. Jika saya tinggal di tenda untuk umur panjang, kebijakan pendudukan tidak akan memaksa kami untuk meninggalkan kota,” kata Abdu.
Anak-anak Abdu hanya memakai mantel biasa. Mereka menggesekkan kedua telapak tangan sambil meniupnya. Hal itu lumrah dilakukan oleh umat manusia ketika merasa kedinginan. Terlepas dari semua kekejaman dan penderitaan yang ditanggung keluarga, ia tetap tabah dan sabar menghadapi semua cobaan itu.