“Dear dunia, bagaimana rasanya lockdown? Gaza.”
Kalimat di atas muncul di Twitter di tengah lockdown yang diberlakukan oleh banyak negara karena virus corona. Beberapa kalimat dihiasi oleh karikatur yang menggambarkan Jalur Gaza, Palestina.
Kalimat itu seakan menyindir dunia bahwa lockdown yang dialami negara-negara, telah terjadi pada Gaza selama 14 tahun. Bedanya, negara-negara lockdown untuk menghentikan virus masuk, sementara Gaza di-lockdown oleh Israel untuk mencegah warganya keluar.
“Apakah kalian sudah bosan dengan karantina, penutupan perbatasan, bandara, dan perdagangan kalian? Kami di Gaza hidup seperti itu selama 14 tahun,” ujar seorang pengguna media sosial, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (18/3).
“Oh dunia, selamat datang ke realitas abadi kami,” lanjut dia.
Jalur Gaza di Palestina yang berukuran 375 kilometer persegi adalah rumah bagi dua juta warga Palestina. Sekitar 90 persen perbatasan mereka ke dunia luar -via darat dan laut- dikendalikan oleh Israel, sisanya oleh Mesir.
Israel menerapkan blokade pada Gaza sejak 2007 dengan alasan menghentikan serangan Hamas. Blokade Gaza dikecam masyarakat internasional karena merusak perekonomian wilayah tersebut. Angka pengangguran di Gaza kini 52 persen, sementara tingkat kemiskinan 50 persen.
Sebelum diblokade, warga Gaza mengaku kehidupan mereka sangat baik. Saat ini kehidupan mereka serba terbatas.
“Sebelumnya saya punya 70 karyawan, sekarang cuma satu,” kata Youssef Sharaf, pemilik pabrik besi di utara Gaza.
Sharaf mengatakan kehidupan di kota yang di-lockdown sangat berat. Dia mendoakan lockdown di berbagai negara karena corona segera berakhir.
“Ini berat. Semoga Allah selalu beserta mereka,” kata Sharaf.
Dalam keadaan wabah, warga diminta untuk kerja dari rumah menggunakan internet. Bagi banyak orang, cara bekerja ini tidak biasa, sehingga terkadang gagap. Tapi bagi warga Gaza, mereka sudah paham caranya.
“Karena blokade bertahun-tahun, rakyat Gaza sangat paham situasi yang dihadapi dunia saat ini,” kata Angham Abu Abed, 24, ahli komputer di Gaza yang bekerja secara remote untuk perusahaan piranti lunak di Inggris.
Namun blokade di Gaza membuat virus corona tidak bisa masuk. Sejauh ini, tidak tercatat ada kasus corona di wilayah tersebut.
“Kami berharap blokade terhadap kami akan berakhir, dan kami berharap virus akan hilang dari dunia,” lanjut dia.
(Kumparan)