Spirit of Aqsa, Palestina– Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan, seorang pemuda Palestina gugur setelah ditembak oleh pasukan penjajah Zionis Israel, di dekat kota Silwad, sebelah timur Ramallah, wilayah tengah Tepi Barat, Rabu malam (7/12).
Pemuda tersebut bernama Mujahid Mahmud Hamid (32 tahun). Dia ditembak oleh pasukan penjajah Zionis Israel setelah diburu di timur Ramallah.
Mahmud sempat melakukan perlawanan di dekat permukiman Yahudi “Ofra”, yang dibangun di atas tanah kota Silwad, sebelah timur Ramallah. Namun, pasukan penjajah Zionis Israel menutup pintu masuk selatan “Yabrud” dengan balok semen ke kota Silwad, dan memasang penghalang di pintu masuk utama kota, setelah aksi penembakan.
Mereka juga memasang penghalang jalan di daerah Ein Sinya, utara Ramallah, dan menggeledah Jalan 60 dekat permukiman “Beit El”, dan menyerbu kota Deir Dibwan, sebelah timur Ramallah.
Mahmoud Hamid lahir pada 29 Oktober 1990, di kota Silwad, di pinggiran Ramallah. Pasukan pendudukan Zionis Israel menangkapnya pada tahun 2010, dan dia dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Setelah menjalani tiga tahun, hukumannya dinaikkan menjadi 9 tahun.
Selama masa penahanannya, dia dipindah ke beberapa penjara. Dia menyelesaikan sekolah menengahnya di dalam penjara pendudukan Zionis Israel. Pasukan pendudukan Zionis Israel juga menangkap dan menahan ayah dan saudara laki-lakinya selama setahun saat dia di penjara.
Pada 21 Mei 2019, dia dibebaskan setelah menyelesaikan hukumannya. Setelah dibebaskan, dia melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Dia menikah dan memiliki anak pertama “Muhammad”, dan sedang menunggu kelahiran anak keduanya, hingga pada 22 September 2020, pendudukan Zionis Israel kembali menangkapnya dan menehannya secara administratif, saat putra keduanya berusia 2 bulan.
Pendudukan Zionis Israel mengeluarkan hukuman penahanan administratif 6 bulan terhadapnya, yang diperpanjang selama 6 bulan lagi ada pembaruan perintah penahanan administratif yang ketiga. Dia memutuskan untuk melakukan mogok makan sebagai penolakan terhadap kebijakan penahanan administratif, yang berlangsung selama 43 hari .
Setelah melakukan aksi mogok, pihak pendudukan Zionis Israel mengeluarkan keputusan untuk membebaskannya pada 19 Januari lalu, namun pendudukan Zionis Israel menolak perintah pembebasannya dan memperpanjang penahanannya selama 4 bulan tambahan, dan akhirnya dia dibebaskan setelah menjalani penahanan administratif selama 2 tahun.