Gaza kembali berduka. Ataa Mamoun Atta, seorang anak, meninggal setelah jatuh ke sumur air dalam di persimpangan Sudanah, barat laut Gaza. Upaya penyelamatan berlangsung lebih dari enam jam, di tengah keterbatasan peralatan dan kondisi cuaca yang ekstrem, namun tidak membuahkan hasil.
Foto dan video yang beredar memperlihatkan tim penyelamat yang turun ke dalam sumur dan berkoordinasi dengan warga dari atas, berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan anak tersebut. Meski demikian, nasib malang tetap menimpa Ataa.
Sementara itu, angin kencang dan hujan deras menghantam kamp-kamp pengungsian, menyebabkan beberapa tenda terbang dan banyak lainnya terendam air. Kondisi ini menegaskan ketahanan hidup para pengungsi yang sangat rapuh di Gaza. Warga berupaya melindungi anak dan harta mereka, namun seringkali usaha itu sia-sia setiap kali hujan deras turun.
Tragedi Ataa menjadi viral di media sosial dengan tagar #GazaTenggelam dan #MasukkanKaravanKeGaza, setelah video dan foto menunjukkan tenda pengungsi beterbangan diterpa angin kencang.
Warga mengungkapkan keprihatinannya, menyebut peristiwa ini sebagai “tragedi kemanusiaan yang tak tergambarkan”, antara kematian dan banjir yang menimpa anak-anak serta pengungsi.
Seorang aktivis menyoroti kondisi ekstrim, di mana ratusan tenda terangkat angin di berbagai wilayah, termasuk Mauwasi Khan Yunis, dengan suhu malam mencapai 10°C.
Setiap hujan deras mengingatkan warga bahwa hidup mereka hanya bersifat sementara di tenda-tenda rapuh, tanpa perlindungan dari dingin atau banjir.Anak-anak
Anak-anak pun terpapar risiko kematian dan trauma, sementara infrastruktur dan sistem perlindungan yang hancur akibat perang dan serangan Israel semakin memperparah bahaya.
Di wilayah barat Khan Yunis, air laut menenggelamkan tenda-tenda pengungsi, menghancurkan harta benda mereka. Seorang pengungsi mengatakan, “Bencana ini terulang setiap musim hujan, anak-anak dan keluarga terus-menerus terpapar dingin dan banjir, tanpa adanya perlindungan nyata.”
Warga lain menulis: “Bayangkan berada di sini, bertahan dari angin dan hujan di tendamu, tiba-tiba laut datang menyerbu.”
Tragedi ini tidak hanya menguras fisik, tapi juga psikis. Seorang pengungsi mengungkapkan, “Setiap hujan deras, tragedi kembali terulang… kami memohon karavan, tapi hanya menerima kesunyian yang sama.”
Sejak awal Desember, 17 warga Palestina, termasuk 4 anak, meninggal dunia, sementara sekitar 90% pusat pengungsian yang rusak akibat serangan Israel terendam banjir, menurut laporan sebelumnya dari Dinas Perlindungan Sipil Gaza.
Sumber: Al Jazeera










