Militer Israel kembali meningkatkan pelanggaran terhadap gencatan senjata di Gaza, Selasa kemarin (8/12). Serangan udara dan tembakan artileri menghantam kawasan timur Khan Younis di selatan, serta meratakan bangunan permukiman di Syujaiyah, timur Kota Gaza, dan wilayah timur Beit Lahiya di bagian utara.

Di tengah situasi itu, Pertahanan Sipil Palestina melaporkan temuan baru: 15 jenazah Syahid kembali diangkat dari halaman kompleks medis Al-Shifa, sebelah barat Gaza, empat di antaranya belum teridentifikasi. Total jenazah yang ditemukan di kompleks itu kini mencapai 113, sementara puluhan lainnya diyakini masih tertimbun reruntuhan.

Perkembangan ini terjadi ketika kondisi kemanusiaan makin memburuk. Israel kini menguasai sekitar 54–58% wilayah Gaza, mempersempit arus bantuan dan memperparah ancaman kelaparan yang menghimpit ratusan ribu warga.

“Garis Kuning”

Situasi politik juga memanas setelah Kepala Staf Tentara Israel, Eyal Zamir, menyatakan bahwa “garis kuning” kini menjadi batas baru Gaza. PBB, melalui juru bicara Sekjen Antonio Guterres, Stéphane Dujarric, menolak klaim itu. Menurutnya, pernyataan Zamir bertentangan secara langsung dengan peta dan kerangka perdamaian yang didorong Presiden AS Donald Trump.

Hamas menegaskan bahwa transisi menuju fase kedua kesepakatan hanya dapat dimulai jika Israel memenuhi seluruh komitmen pada fase pertama, terutama membuka kembali Rafah, memasukkan 4.000 unit hunian darurat, dan menghentikan pembongkaran serta pengeboman.

Sementara itu, Washington meningkatkan tekanan pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar memberikan lampu hijau bagi fase kedua, yang mencakup penarikan pasukan tambahan dari Gaza dan dimulainya rekonstruksi. Israel Hayom menyebut bahwa AS melihat langkah itu sebagai keharusan strategis.

Laporan Haaretz ikut menguatkan gambaran tersebut: Trump mendorong percepatan ke fase kedua, dan Washington disebut terkejut melihat komitmen Hamas yang dinilai konsisten dengan syarat gencatan senjata—sebuah penilaian yang, menurut laporan itu, turut diakui oleh pihak militer Israel.

Pencarian Jenazah Tawanan

Dalam perkembangan lain, Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam) menyatakan bahwa pihaknya telah menutup berkas tawanan setelah menyerahkan satu jenazah pekan lalu. Juru bicara Abu Hamza menegaskan bahwa seluruh faksi perlawanan telah mematuhi ketentuan fase pertama kesepakatan dan meminta para mediator menekan Israel agar menghentikan pelanggaran-pelanggaran yang terus berulang.

Pada saat yang sama, tim Palang Merah, perwakilan Hamas, dan komite Mesir terpaksa meninggalkan kawasan Zaytoun di timur Gaza setelah pencarian keenam terhadap jenazah perwira Israel, Ran Gweili, kembali tidak membuahkan hasil. Lokasi itu dilaporkan memiliki tantangan medan yang berat, dan jenazah tersebut menjadi yang terakhir dari daftar tawanan Israel di Gaza.

Gencatan senjata dan pertukaran tawanan mulai berlaku pada 10 Oktober lalu, berdasarkan rencana Donald Trump. Kesepakatan itu menghentikan agresi mematikan yang dilakukan Israel dengan dukungan Amerika Serikat, agresi yang menewaskan lebih dari 70 ribu warga Palestina dan melukai lebih dari 171 ribu orang, mayoritas perempuan dan anak-anak. Sekitar 90% infrastruktur sipil Gaza hancur dalam serangan tersebut.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here