Meski perang di Gaza resmi berakhir sesuai pengumuman di Sharm El-Sheikh, kawasan regional tetap jauh dari stabil. Serangkaian serangan, mobilisasi militer, dan bentrokan di perbatasan menunjukkan bahwa penghentian pertempuran hanyalah membuka babak baru dari konflik yang lebih luas.
Gaza: “Pasca Perang” yang Belum Jelas
Meskipun operasi militer secara resmi dihentikan, Gaza masih berada dalam ketegangan tersembunyi. Pasukan Israel tetap bergerak di pinggiran kota, sementara upaya internasional untuk rekonstruksi belum terlihat nyata. Analisis The Guardian menegaskan bahwa Israel memanfaatkan periode ini bukan sebagai akhir perang, tetapi sebagai kesempatan untuk menata ulang posisi militernya, memantau situasi politik dan keamanan, serta menetapkan pengaturan lapangan yang menjaga Gaza dalam kondisi lelah berkepanjangan. Masa depan Gaza dan bentuk administrasinya tetap abu-abu, membuka peluang bagi skenario yang beragam.
Tepi Barat: Front yang Terbakar
Sementara dunia fokus pada Gaza, Tepi Barat perlahan menjadi arena konflik yang meningkat. Penyerbuan harian, gelombang penangkapan, dan meningkatnya kekerasan pemukim menunjukkan upaya Israel mengubah realitas demografis dan politik wilayah ini, di bawah dalih “pengaturan keamanan” pasca perang. Observasi media internasional menyebut, upaya ini menyerupai gelombang rekayasa terstruktur yang memperkuat kontrol Israel, dengan desa-desa dan kota kecil menjadi target paling rentan terhadap tekanan dan pengusiran.
Lebanon: Gesekan di Ambang Ledakan
Di perbatasan utara, situasi berjalan di garis tipis yang memungkinkan eskalasi terbatas tanpa meledak menjadi perang total. Serangan sporadis Israel semakin menembus wilayah Lebanon, menimbulkan korban sipil. Laporan The Guardian menilai Israel memanfaatkan momentum pasca perang Gaza untuk menegakkan aturan baru dalam interaksi militer di Lebanon, meski risiko konflik luas selalu mengintai.
Suriah: Eskalasi Tertutup untuk Menekan Pengaruh Iran
Di tengah fokus global pada Gaza, Israel meningkatkan serangan di Suriah, menargetkan lokasi yang terkait dengan Iran dan kelompok sekutunya. Langkah ini dimaksudkan untuk menata kembali permainan strategis, memberi Israel kebebasan bergerak, dan kemampuan menekan jalur suplai serta kehadiran militer Iran tanpa penahanan efektif.
Dari Gaza hingga Damaskus: Strategi Israel Redefinisi Peta
Menurut analisis The Guardian, Israel tidak memandang medan ini sebagai front terpisah, melainkan satu kesatuan strategi keamanan. Tujuan utamanya adalah menata ulang keseimbangan kawasan untuk memastikan dominasi militer dan strategis. Ini terlihat dari upaya memperluas pemukiman di Tepi Barat, menekan kemampuan Hezbollah, mengurangi pengaruh Iran di Suriah, dan menjaga Gaza tetap lemah agar tidak segera pulih.
Kekosongan Sikap Internasional dan Risiko Konflik Lebih Luas
Meskipun ekspansi militer Israel mengkhawatirkan, komunitas internasional belum menunjukkan sikap tegas atau bersatu. Minimnya perhatian global setelah pengumuman gencatan senjata memberi Israel ruang bergerak tanpa tekanan signifikan. Para analis menegaskan bahwa diamnya dunia tidak mengurangi risiko ledakan konflik, malah meningkatkannya. Multi-front, mobilisasi militer simultan, dan bentrokan tak terduga bisa memicu konfrontasi yang melampaui batas Palestina.
Pasca perang Gaza bukan sekadar masa gencatan senjata. Di balik istilah “ceasefire”, Israel mengelola konflik multi-dimensi yang bergerak di jalur paralel dari Nablus, selatan Lebanon, hingga Damaskus, dan sampai ke perbatasan Gaza, menata ulang peta politik dan militer kawasan demi keuntungan strategisnya.










