Dua tahun setelah perang genosida Israel di Jalur Gaza, perempuan Palestina masih menanggung beban terberat dari luka yang belum sembuh. Di tengah reruntuhan rumah dan aroma debu mesiu, mereka berjuang mempertahankan hidup, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk anak-anak yang bergantung pada sisa harapan mereka.
Data Kantor Media Pemerintah Gaza menunjukkan, lebih dari 12.500 perempuan gugur, termasuk 9.000 ibu yang kehilangan nyawa saat melindungi keluarganya. 21.200 perempuan kini berstatus janda, dan sedikitnya 12.000 kasus keguguran tercatat akibat kelaparan, stres, dan minimnya layanan medis. Sekitar 107.000 perempuan hamil dan menyusui hidup dalam ancaman serius karena kekurangan gizi dan obat-obatan.
“Bantuan yang masuk ke Gaza memang meningkat, tapi masih jauh dari cukup,” ujar Sophia Kaltorp, pejabat urusan kemanusiaan dari UN Women. Ia menegaskan, perempuan Gaza perlu didukung bukan hanya dengan paket bantuan, tetapi juga dengan sumber daya untuk membangun kembali kehidupan—seperti membuka dapur komunitas, roti amal, dan pusat penitipan anak.
Laporan UN Women mencatat, 250.000 perempuan dan anak perempuan membutuhkan bantuan pangan segera, sementara lebih dari satu juta lainnya memerlukan dukungan jangka panjang. “Kami melihat keteguhan yang luar biasa di tengah keputusasaan,” kata Kaltorp. “Namun banyak di antara mereka yang kini hidup dalam kelelahan dan kehilangan arah, mengungsi hingga empat kali, tanpa rumah, tanpa makanan, tanpa kepastian.”
Kaltorp menambahkan, satu dari tujuh rumah di Gaza kini dipimpin oleh perempuan, menjadikan mereka tulang punggung keluarga dalam kondisi yang nyaris mustahil. “Mereka bukan hanya korban, tapi juga penyintas yang menjaga kehidupan tetap berjalan,” ujarnya, seraya menyerukan dukungan lebih besar bagi organisasi perempuan lokal.
Bagi PBB, pendidikan dan pemberdayaan menjadi inti dari pemulihan ini. “Ketika perempuan diberdayakan, masa depan anak-anak Gaza ikut terselamatkan,” tegas Kaltorp.
Sejak serangan 7 Oktober 2023, genosida Israel telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 170.000 lainnya, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sembilan puluh persen infrastruktur sipil di Gaza kini hancur, meninggalkan luka yang tak hanya fisik—tetapi juga batin kolektif yang sukar disembuhkan.










