Puluhan warga Palestina syahid dalam serangkaian serangan udara intensif yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza, Ahad (19/10). Serangan ini menjadi pelanggaran terbesar terhadap kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani pada 9 Oktober 2025.
Militer Israel sempat mengumumkan penghentian sementara agresi pada malam hari dan menyatakan kembali pada mekanisme gencatan senjata atas arahan otoritas politik Tel Aviv. Namun, Israel kembali melontarkan ancaman akan “membalas dengan sangat keras setiap pelanggaran gencatan senjata”.
Serangan di Kawasan Padat Penduduk
Sumber medis di sejumlah rumah sakit Gaza mengonfirmasi bahwa sedikitnya 42 warga Palestina syahid sejak pagi akibat bombardir Israel. Serangan itu dilakukan setelah Israel menuduh Hamas bertanggung jawab atas sebuah serangan terhadap pasukan Israel di Rafah. Militer Israel mengklaim dua tentaranya tewas dalam insiden tersebut, namun perlawanan Palestina membantah keras tuduhan itu.
Serangan udara difokuskan ke wilayah tengah Gaza, terutama kawasan pengungsian:
RS al-Awda melaporkan 18 warga Palestina syahid dan lebih dari 50 luka-luka akibat serangan di Kamp Nuseirat dan al-Bureij.
RS Syuhada al-Aqsa menyebut 6 warga syahid dalam serangan di kawasan az-Zawaida.
Tambahan 3 orang gugur di Nuseirat dalam serangan susulan.
Di utara Gaza, dua warga Palestina gugur akibat serangan dekat RS Kamal Adwan.
Jumlah korban diperkirakan terus bertambah karena banyak keluarga yang tertimbun reruntuhan bangunan akibat bombardir.
Israel Ancam Eskalasi Militer Baru
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (yang kini berstatus buron Mahkamah Pidana Internasional (ICC)) menyatakan telah memberi instruksi militer untuk menyerang “target-target tertentu” di Gaza dengan alasan pembalasan.
Menteri Pertahanan Israel Israel Katz turut memperkeruh suasana dengan menyatakan:
“Hamas akan membayar harga yang sangat mahal. Jika pesan ini tidak dipahami, kami akan meningkatkan serangan.”
Media Israel sempat melaporkan keputusan pemerintah Tel Aviv menutup total semua perbatasan Gaza, namun keputusan itu dibatalkan setelah tekanan dari Amerika Serikat.
Sikap Amerika Serikat
Situs Axios melaporkan bahwa Israel tidak meminta izin kepada AS sebelum melakukan serangan ini, namun memberitahu Washington melalui Komando Pusat AS (CENTCOM).
Seorang pejabat AS mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump sedang melakukan komunikasi darurat dengan mediator untuk mencegah eskalasi baru.
“Amerika Serikat mendesak Israel agar merespons secara terbatas dan proporsional,” kata pejabat AS tersebut kepada Axios.
Hamas: Kami Tetap Komit pada Gencatan Senjata
Dalam pernyataannya, Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, menegaskan:
“Kami sepenuhnya berkomitmen menjalankan semua poin yang disepakati, terutama penghentian tembakan di seluruh Jalur Gaza.”
Al-Qassam juga membantah tuduhan Israel terkait insiden Rafah:
“Kami tidak mengetahui adanya operasi militer di Rafah. Daerah itu sepenuhnya berada di bawah kontrol militer Israel sejak perang kembali pecah pada Maret lalu.”
Hamas juga merilis pernyataan resmi yang mencatat daftar pelanggaran Israel terhadap perjanjian yang disepakati di Sharm el-Sheikh. Hamas menegaskan:
Israel bertanggung jawab penuh atas setiap kegagalan kesepakatan.
Meminta intervensi segera komunitas internasional.
Menuntut jaminan perlindungan bagi warga sipil Palestina.
Sumber: Al Jazeera, media AS, media Israel