Rencana gencatan senjata yang diumumkan Donald Trump di Gedung Putih, berdampingan dengan Benjamin Netanyahu, digadang-gadang sebagai “sejarah baru.” Namun di balik klaim bombastis itu, terdapat 20 butir proposal yang lebih banyak memunculkan kabut ketidakjelasan ketimbang memberi jawaban nyata.

Bagi Palestina dan kawasan, detail yang kabur ini bisa menentukan arah masa depan. Lima pertanyaan besar berikut memperlihatkan betapa rapuhnya “peta jalan” ala Trump.

1.⁠ ⁠Siapa yang akan memerintah Gaza?
Trump menawarkan “komite teknokrat Palestina non-politik” untuk mengelola Gaza secara sementara. Namun, tak ada penjelasan siapa yang membentuknya, siapa memilih anggotanya, dan bagaimana kewenangannya berjalan. Lebih jauh, Trump bersama mantan PM Inggris Tony Blair akan memimpin “Dewan Perdamaian” yang mengawasi komite itu, struktur yang kabur, rawan benturan, dan sama sekali tak menjawab realitas politik di lapangan.

2.⁠ ⁠Apakah Otoritas Palestina dilibatkan?
Rencana ini menyebut Gaza akan dikendalikan otoritas sementara sampai Otoritas Palestina “menyelesaikan reformasi” dan “siap” kembali berkuasa. Tapi, siapa yang menentukan standar kesiapan itu? Tak ada jadwal, tak ada kriteria jelas. Bahkan Netanyahu, berdiri di samping Trump, terang-terangan menolak kembalinya Otoritas Palestina maupun Hamas ke Gaza. Gaza, sekali lagi, diperlakukan seolah entitas terpisah, bukan bagian dari tanah Palestina yang harus dipersatukan.

3.⁠ ⁠Bagaimana membentuk “pasukan internasional”?
Trump mengusulkan keamanan Gaza dijamin “kekuatan stabilisasi internasional sementara.” Pertanyaannya: siapa yang akan mengirim pasukan? Negara mana yang diterima semua pihak? Apa mandat mereka, tentara, polisi, atau sekadar pengawas? Apakah mereka diberi kewenangan menghadapi Hamas, atau bahkan melawan pasukan Israel jika menyerang warga sipil? Tanpa jawaban, gagasan ini berisiko menjadi sekadar layar asap.

4.⁠ ⁠Kapan Israel benar-benar akan mundur?
Proposal itu menyebut Israel akan menarik diri “berdasarkan parameter dan garis waktu terkait perlucutan senjata.” Tetapi lagi-lagi, tak ada detail, tak ada tenggat. Justru, Israel tetap memegang “zona keamanan” di sekitar Gaza sampai diyakini “bebas dari ancaman.” Siapa yang menentukan kapan ancaman itu hilang? Tentu bukan rakyat Palestina. Dengan kata lain, pendudukan bisa diperpanjang tanpa batas.

5.⁠ ⁠Apakah negara Palestina benar-benar ditawarkan?
Trump sendiri menyebut pengakuan atas negara Palestina oleh sejumlah negara “sebagai langkah bodoh.” Proposalnya pun hanya mengisyaratkan kemungkinan: bila pembangunan Gaza berjalan, bila Otoritas Palestina dianggap “direformasi,” maka “mungkin” ada jalur menuju penentuan nasib sendiri. Kata kunci: mungkin. Bahkan itu pun tanpa pengakuan eksplisit atas hak rakyat Palestina mendirikan negara, hanya sekadar mengakui “aspirasi” mereka.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here