Pasukan Israel kembali melancarkan gelombang penggerebekan di berbagai kota dan kamp pengungsi Tepi Barat pada Selasa dini hari(23/9), beriringan dengan genosida yang terus berlangsung di Gaza sejak hampir dua tahun lalu.

Media Palestina melaporkan, pasukan Israel menyerbu kota Qalqiliya di utara Tepi Barat, menggeledah rumah-rumah warga, serta melakukan operasi serupa di distrik al-Bayadir, Jenin. Di selatan Hebron, mereka mengepung kamp al-Fawwar, menyerbu desa Idhna, merampas sebuah kendaraan, bahkan menjadikan salah satu rumah sebagai markas militer. Di desa Beit Ummar, sejumlah rumah kembali digedor, sementara di kamp al-Aroub pecah bentrokan sengit antara pemuda Palestina dan tentara Israel.

Tidak berhenti di situ, operasi simultan juga dilakukan di Nablus: pasukan menduduki desa Qusra, mengobrak-abrik rumah-rumah di kamp Balata dan Askar, menyebar di gang-gang sempit, lalu menangkap sejumlah warga. Aksi penggerebekan yang kian menjadi rutinitas harian juga menyasar desa al-Mazra’a al-Gharbiyah, utara Ramallah.

Al-Aqsa Diserbu di Hari Raya

Seakan belum cukup, pada Senin pagi ratusan pemukim Israel menyerbu halaman Masjid Al-Aqsa di Al-Quds, dengan perlindungan ketat polisi. Mereka masuk berkelompok lewat Bab al-Maghariba, melakukan ritual Talmud, menari, menyanyi, hingga meniup trompet sebagai bagian dari perayaan tahun baru Yahudi.

Kelompok ekstremis “Haikal” telah menyerukan lebih banyak aksi serupa sepanjang hari-hari raya Yahudi mendatang, dengan pengawalan penuh aparat. Menanggapi situasi ini, berbagai pihak Palestina menyerukan ribath (berjaga) dan kehadiran massif umat di Al-Aqsa, untuk menghadang upaya menjadikan masjid suci itu panggung ritual penjajah.

Laporan Korban

Di balik intensifikasi militer di Tepi Barat, termasuk Al-Quds, angka korban terus menanjak. Data resmi Palestina mencatat sedikitnya 1.042 warga gugur syahid, sekitar 10.160 lainnya luka-luka, dan lebih dari 19 ribu ditangkap dalam operasi militer dan serangan pemukim sejak dimulainya genosida di Gaza.

Serangan demi serangan ini menegaskan: apa yang terjadi bukan sekadar “operasi keamanan”, melainkan strategi sistematis untuk mematahkan perlawanan, menakut-nakuti rakyat Palestina, dan mengguncang jantung identitas mereka—dari Gaza yang terkepung, hingga Al-Quds yang terus dipreteli simbol-simbol sucinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here