Swedia akhirnya angkat suara. Dalam pernyataan tegas yang disampaikan Kamis (31/7), Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson menyerukan Uni Eropa untuk segera membekukan kerja sama dagang dengan Israel, menyusul tindakan brutal Tel Aviv dalam perang di Jalur Gaza.
“Situasi di Gaza sangat mengerikan. Israel tidak mematuhi kewajiban dasarnya, juga melanggar kesepakatan terkait bantuan darurat,” tulis Kristersson melalui platform X.
Dengan nada mendesak, ia menambahkan, “Berdasarkan kondisi ini, Swedia meminta Uni Eropa untuk membekukan bagian perdagangan dari Perjanjian Kemitraan dengan Israel sesegera mungkin.” Ia juga menekankan bahwa pemerintah Israel harus membuka akses bagi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan apa pun ke Gaza.
Seruan Swedia ini menjadi sorotan tajam, bukan hanya karena datang dari salah satu negara yang dikenal moderat dalam diplomasi Eropa, tapi juga karena menyasar jantung hubungan ekonomi antara Israel dan Uni Eropa.
Perjanjian yang dimaksud diteken di Brussels pada 20 November 1995 dan mulai berlaku sejak 1 Juni 2000, setelah disahkan oleh parlemen dari 15 negara anggota, Parlemen Eropa, dan Knesset Israel. Perjanjian ini menggantikan perjanjian lama tahun 1975 dan memberikan Israel berbagai keuntungan dalam pasar Eropa.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022, nilai perdagangan antara Uni Eropa dan Israel mencapai 46,8 miliar euro. Angka itu menjadikan Uni Eropa sebagai mitra dagang terbesar bagi Israel, sebuah fakta yang kini dipertanyakan legitimasi moral dan politiknya, seiring memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza.
Dengan tekanan yang terus meningkat dari berbagai kelompok masyarakat sipil dan parlemen Eropa, suara Swedia bisa menjadi pemicu bagi negara-negara lain untuk mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel. Sebab pertanyaannya kini bukan lagi soal diplomasi, tetapi soal kemanusiaan.
Sumber: Al Jazeera