Saat mata dunia terarah pada pembantaian massal di Gaza, pemerintahan Benjamin Netanyahu (yang diburu Mahkamah Pidana Internasional) justru kian brutal mempercepat pengusiran warga Palestina di Tepi Barat. Semua demi mewujudkan mimpi lama mereka: Israel Raya, dari laut hingga sungai.

Dengan sokongan penuh Amerika, restu Eropa, dan diamnya sebagian besar negara Arab, pemerintah Israel yang disebut paling ekstrem sepanjang sejarah pendudukan ini semakin gencar merampas tanah, merobohkan rumah, dan mengusir keluarga Palestina sejak Januari lalu.

Netanyahu memanfaatkan pemukim fanatik, militer, dan aparat untuk mengusir ratusan keluarga, lalu membuka jalan bagi koloni permukiman baru yang akan mengubah peta Tepi Barat selamanya.

Para pengamat sepakat: apa yang terjadi di Tepi Barat saat ini bahkan lebih mengerikan daripada Nakba 1948. Pembersihan etnis terus berlanjut, sama seperti di Gaza.

Taktik lama, wajah baru

Israel kembali memakai metode lama (paramiliter bersenjata ala Haganah dan Irgun) untuk mengusir warga Palestina. Selain kekerasan di lapangan, Netanyahu juga memanfaatkan pengadilan dan alokasi dana jumbo: sekitar 1,5 miliar dolar AS digelontorkan untuk memperluas jalan, listrik, dan air di permukiman ilegal.

Tujuan utamanya jelas: menyambungkan seluruh permukiman, memecah Tepi Barat, dan mempersiapkan aneksasi penuh. Bahkan Ketua Knesset dan anggota Likud sudah mendesak agar Tepi Barat segera diresmikan sebagai bagian Israel.

Meski dalih Israel adalah “mencegah tragedi 7 Oktober terulang,” rencana ini sebenarnya sudah lama disusun dan hanya dipercepat.

Cikal bakal Israel Raya

Pemerintahan Netanyahu terang-terangan ingin mendirikan Israel Raya yang hanya diakui untuk Yahudi, tanpa hak bagi siapa pun. Menteri Keuangan Smotrich bahkan menegaskan, warga Palestina hanya punya tiga pilihan: angkat kaki, dibunuh, atau tunduk.

Sejak agresi ke Gaza, lebih dari 900 warga Palestina di Tepi Barat dibunuh.

Meski proyek ini mengancam gagalnya “rencana damai” Timur Tengah yang diusung Trump, mantan Presiden AS itu justru sibuk dengan Iran dan tampak sengaja mengabaikan Tepi Barat. Bahkan, di awal masa jabatan keduanya, Trump pernah mempertimbangkan untuk mendukung aneksasi Tepi Barat secara resmi.

Fakta di lapangan menunjukkan, Israel sama sekali tak melambat: 17 ribu unit permukiman baru disetujui hanya dalam enam bulan pertama 2025, mayoritas di Nablus, Hebron, dan Bethlehem.

Dalam operasi “dinding besi,” ratusan rumah diratakan, ribuan warga diusir, dan untuk pertama kalinya, kontainer hunian dibawa ke Tel Rumeida, Hebron, untuk mendirikan koloni baru. Aktivis Amro Issa menyebut langkah ini “sangat berbahaya”, bukti Israel sedang mengubah wajah Tepi Barat menjadi pangkalan pemukiman murni.

Setelah lebih dari 3.000 rumah di kamp utara dihancurkan, militer Israel terang-terangan mengumumkan akan merombak kawasan itu agar sepenuhnya terbuka dan di bawah kendali mutlak.

Laporan B’Tselem menegaskan, sejak 7 Oktober 2023, warga di 20 desa diusir. Dua bulan terakhir disebut sebagai periode paling ganas.

Kini, jumlah pemukim Israel di Tepi Barat sudah menembus 730 ribu jiwa, naik 8% hanya dalam setahun, bukti bahwa Israel bukan sekadar menunggu negosiasi, melainkan sedang mempercepat aneksasi total.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here