Media Israel akhirnya membuka kedok rencana berbahaya Tel Aviv: mendirikan “kota kemanusiaan” di atas puing-puing Rafah, Gaza selatan, sebagai skenario licik untuk memaksa ratusan ribu warga Palestina terusir dari tanah kelahiran mereka.

Kota yang dirancang di antara Koridor Philadelphi dan Morag ini diklaim demi “memisahkan warga sipil dari pejuang”, padahal sejatinya adalah kamp isolasi besar di bawah kendali ketat militer Israel. Ratusan ribu warga Gaza akan dikumpulkan, diperiksa dengan prosedur keamanan ketat, lalu dilarang keluar selamanya. Sebuah apartheid modern yang dibungkus slogan “kemanusiaan”.

Israel memanfaatkan sisa waktu sebelum kemungkinan gencatan senjata untuk memperluas kehancuran total, terutama di wilayah utara Gaza, Khan Younis, hingga timur Kota Gaza. Tujuannya jelas: menghancurkan sisa-sisa kehidupan agar rakyat Palestina tak lagi bisa kembali ke tanah mereka, seperti nasib Kamp Jabalia yang hampir dihapus total pada 2024.

Menurut laporan Kantor Penyiaran Publik Israel, tahap awal rencana ini akan memindahkan ribuan pengungsi dari Al-Mawasi, Khan Younis, ke kota baru yang sepenuhnya dikepung tentara Israel. Total sekitar 600 ribu warga Gaza akan dipaksa masuk “zona mati” ini, dan dijaga layaknya penjara raksasa di bawah langit terbuka.

Ironisnya, Israel tidak mau bertanggung jawab mendistribusikan bantuan di dalam zona ini. Tugas kotor itu akan dilempar ke organisasi asing dan lembaga internasional, termasuk “Lembaga Kemanusiaan Gaza” bentukan AS dan Israel, yang mulai beroperasi di luar pengawasan PBB sejak Mei lalu.

Sementara itu, pasukan Israel terus membombardir pusat-pusat pengungsian dan menembaki warga kelaparan di antrean bantuan. Dalam beberapa bulan terakhir, setidaknya 758 warga Palestina gugur, dan lebih dari 5.000 lainnya terluka hanya karena mencoba mendapatkan sekantong tepung atau sepotong roti.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bahkan terang-terangan mengatakan, “Siapa yang masuk ke zona ini tidak akan diizinkan keluar lagi,” dengan koridor masuk yang “dibersihkan” dari unsur Hamas. Pada 11 April lalu, Israel sudah menguasai penuh Koridor Morag dan mengepung Rafah. Sejak itu, penghancuran demi penghancuran terus berlanjut, termasuk meledakkan gedung-gedung di sepanjang perbatasan Mesir.

Sejak 7 Oktober 2023, Gaza menjadi saksi genosida brutal yang didukung penuh Amerika Serikat: pembunuhan massal, kelaparan yang disengaja, penghancuran sistematis, dan pengusiran paksa yang meluluhlantakkan lebih dari 194 ribu jiwa (mayoritas anak-anak dan perempuan) serta menghilangkan lebih dari 10 ribu orang.

Ketika dunia menutup mata, Israel melangkah lebih jauh: mengunci rakyat Gaza dalam kandang raksasa bernama “kota kemanusiaan”. Inilah babak baru kejahatan perang yang tak hanya mengoyak Gaza, tapi juga merobek nurani manusia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here