Sistem kesehatan di Jalur Gaza menghadapi perang sistematis yang dilancarkan oleh tentara pendudukan Israel sejak awal agresi, menurut juru bicara Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa, Dr. Khalil Al-Daqran.
Strategi penghancuran ini terlihat jelas melalui larangan masuknya obat-obatan, perlengkapan medis, peralatan medis, generator listrik, dan susu formula bayi ke Gaza selama lebih dari empat bulan.
Larangan total dan terencana ini, seperti dijelaskan Al-Daqran, mencakup semua kebutuhan yang diperlukan sistem kesehatan untuk terus berfungsi. Hal inilah yang menjelaskan kondisi bencana yang dialami rumah sakit yang masih beroperasi secara terbatas, di bawah kondisi yang sangat sulit dan ancaman berhenti total.
Krisis bahan bakar muncul sebagai tantangan paling berbahaya yang dihadapi rumah sakit, karena ketergantungan penuh pada bahan bakar. Kurangnya pasokan bahan bakar yang memadai mengancam berhentinya seluruh layanan kesehatan.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa stok bahan bakar di rumah sakit Gaza hanya cukup untuk beberapa hari ke depan, yang menempatkan seluruh sektor kesehatan di ambang kehancuran total.
Menghadapi kenyataan ini, pihak rumah sakit terpaksa menerapkan langkah-langkah penghematan yang sangat ketat sebagai upaya putus asa untuk bertahan lebih lama.
Langkah-langkah daruratLangkah-langkah darurat ini, meskipun sangat mendesak, membawa risiko baru yang berbahaya, karena meliputi pemadaman listrik di beberapa unit untuk menjaga operasional unit-unit vital, seperti unit perawatan intensif, ruang perawatan bayi, ruang hemodialisa, ruang operasi, dan unit gawat darurat.
Kondisi ini bahkan mengancam penghentian total layanan di unit-unit penting seperti hemodialisa akibat kekurangan bahan bakar, yang membahayakan langsung nyawa para pasien.
Tujuan nyata (meskipun tersirat) dari kebijakan ini bukan hanya untuk melemahkan sektor kesehatan, tetapi menghancurkannya sepenuhnya, sehingga menambah jumlah korban jiwa dan mencegah penyelamatan pasien.
Al-Daqran memperingatkan bahwa situasi saat ini mengarah pada bencana kemanusiaan yang tak terbayangkan, menegaskan bahwa melanjutkan blokade bahan bakar ke rumah sakit sama dengan “vonis mati bagi semua pasien dan korban luka”.
Menurut data terbaru dari kantor media pemerintah, Israel telah membunuh 1.580 tenaga medis sejak memulai agresi di Gaza sekitar 21 bulan lalu.
Rumah Sakit Indonesia menjadi contoh nyata kebijakan penghancuran sistematis ini. Pada Mei lalu, rumah sakit vital tersebut berhenti beroperasi setelah serangan langsung dari tentara Israel yang menghancurkan generator listrik dan merusak sejumlah unit.
Tak berhenti di situ, tim medis dipaksa mengosongkan rumah sakit dan mengevakuasi pasien secara paksa, menunjukkan praktik sistematis untuk mengusir pasien dan merampas hak mereka atas perawatan, sebagai bagian dari strategi genosida yang lebih luas.
Sumber: Al Jazeera