Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mendesak Israel segera mencabut blokade total atas Jalur Gaza. Blokade ini telah mengubah pusat-pusat distribusi bantuan yang semestinya menyelamatkan nyawa menjadi “zona pembantaian”, di mana ribuan anak kini terjebak di ambang kematian akibat gizi buruk akut.

Dalam pernyataannya, UNRWA menegaskan bahwa blokade kejam ini mencegah warga yang paling membutuhkan untuk mendapatkan makanan pokok, air bersih, dan obat-obatan. “Bantuan kemanusiaan, termasuk melalui UNRWA, harus diizinkan masuk dengan cepat dan luas sekarang juga,” tegas lembaga tersebut.

UNRWA menekankan, akses terhadap makanan adalah hak asasi manusia yang mendasar. Namun realitanya, pasukan pendudukan Israel terus menghalangi pengiriman makanan secara damai ke lebih dari dua juta warga Gaza yang terkurung.

Situasi ini berdampak mengerikan pada anak-anak. Kepala layanan medis darurat Gaza menyebut setidaknya 17.000 anak mengalami gizi buruk akut, dan memperkirakan banyak yang akan meninggal jika tak segera ada tindakan serius. Ia juga menegaskan perlunya tekanan internasional agar Israel mengizinkan masuknya susu formula, obat-obatan, dan mempercepat operasi medis yang selama ini tertunda karena kekurangan tenaga, peralatan, dan pasokan.

Ketua Jaringan LSM Palestina di Gaza turut mendesak pembentukan komite investigasi internasional untuk mengusut pembunuhan warga sipil yang sedang mengantri bantuan. Menurutnya, mekanisme distribusi bantuan saat ini hanyalah upaya sistematis untuk menghancurkan kerja kemanusiaan di Gaza.

Sementara itu, New York Times menyebut Gaza sebagai “tempat paling lapar di bumi”, di mana pusat bantuan telah berubah menjadi perangkap maut. Juru bicara Palang Merah juga mengecam keras Israel yang setiap hari mempertaruhkan nyawa warga sipil hanya demi sepotong roti.

Sejak 2 Maret, Israel menutup rapat semua gerbang Gaza, melarang masuknya makanan, bantuan medis, dan barang penting lain, memaksa jutaan orang bertahan dalam kelaparan dan penyakit.

Alih-alih mengizinkan bantuan resmi PBB, Israel bersama AS meluncurkan skema terbatas yang dikenal sebagai “Gaza Humanitarian Foundation” sejak 27 Mei lalu. Mekanisme ini memaksa warga kelaparan memilih antara mati kelaparan atau ditembak saat mencoba mendapatkan bantuan di “zona penyangga” di selatan dan tengah Gaza.

Dalam sebulan, skema bantuan ini telah menewaskan setidaknya 549 orang, melukai 4.066 lainnya, dan membuat 39 orang hilang.

Hari ini, Gaza tak hanya berjuang melawan bom dan peluru, tapi juga melawan kelaparan yang dijadikan senjata untuk mematahkan semangat hidup.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here