Militer Israel terus menggusur dan menghancurkan sisa-sisa Kota Rafah, selatan Jalur Gaza, di tengah kekhawatiran bahwa mereka tengah menyiapkan kamp isolasi besar bagi warga Palestina di wilayah tandus.

Menurut laporan saluran penyiaran Israel KAN, militer Zionis berencana membangun apa yang mereka sebut “zona kemanusiaan” baru di Rafah. Di tempat ini, warga sipil akan dipindahkan dan diperiksa secara ketat sebelum diberikan bantuan oleh perusahaan-perusahaan swasta.

Dari Rafah terdengar dentuman ledakan besar tanpa henti. Kota yang dulunya dihuni sekitar 300 ribu warga Palestina itu kini hampir sepenuhnya diratakan.

Tamer, salah satu pengungsi dari Gaza yang kini berada di Deir Al-Balah, mengatakan bahwa ledakan tak pernah berhenti, siang maupun malam.

“Setiap kali tanah bergetar, kami tahu bahwa rumah-rumah di Rafah sedang diledakkan,” ungkapnya.

Ia menyebut Rafah kini benar-benar telah “dihapus dari peta.”

Ia menambahkan bahwa teman-temannya di dekat perbatasan Mesir mengeluhkan anak-anak mereka tidak bisa tidur karena kerasnya suara ledakan.

Abu Muhammad, pengungsi lainnya dari Gaza, mengungkapkan kekhawatirannya. “Kami takut dipaksa masuk ke zona-zona terisolasi seperti kandang, atau kamp pengungsian besar yang tertutup dan dijauhkan dari dunia luar,” ujarnya.

Blokade Total dan Ancaman Kelaparan

Selama hampir dua bulan terakhir, Israel tidak mengizinkan masuknya bantuan makanan maupun medis ke Gaza, tempat 2,3 juta warga Palestina tinggal.

Blokade brutal ini diberlakukan sejak Israel melanjutkan agresinya usai berakhirnya gencatan senjata selama enam pekan.

Sejak pertengahan Maret, Israel kembali menggempur Gaza, menduduki wilayah yang luas, dan mengeluarkan perintah evakuasi untuk banyak area — termasuk seluruh wilayah Rafah, yang mencakup sekitar 20% dari total luas Jalur Gaza.

Menurut badan-badan PBB, Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan dan wabah penyakit yang meluas. Situasi kemanusiaan disebut sebagai yang terburuk sejak agresi dimulai pada 7 Oktober 2023.

23 Syahid dalam Serangan Terbaru

Dalam serangan terbaru, pasukan Israel membunuh sedikitnya 23 warga Palestina.

Sebanyak 10 orang, termasuk anak-anak, syahid dalam serangan udara, sementara 6 lainnya gugur dalam serangan terhadap sebuah kafe di Gaza selatan. Rekaman media sosial menunjukkan korban duduk di sekitar meja dengan luka parah, sebelum akhirnya meninggal dunia.

Sementara itu, upaya perpanjangan gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir masih menemui jalan buntu. Sebelumnya, dalam kesepakatan gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 38 tahanan, sementara Israel membebaskan ratusan warga Palestina dari penjara.

Kini, 59 tawanan Israel masih berada di Gaza, dan diyakini kurang dari separuhnya yang masih hidup. Hamas menegaskan tidak akan membebaskan mereka kecuali ada kesepakatan menyeluruh yang mengakhiri perang.

Dalam pernyataan terbaru di Doha, Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menegaskan bahwa negaranya menolak penggunaan kelaparan sebagai senjata dan mengecam tindakan Israel.

Di tengah penderitaan ini, warga Gaza mulai mengandalkan tanaman liar dan makanan alternatif untuk bertahan hidup. Mereka bahkan lebih memilih mengonsumsi obat penghilang rasa sakit daripada menjalani operasi yang harganya tak terjangkau.

Didukung sepenuhnya oleh Amerika Serikat, penjajah Israel terus melakukan genosida terhadap rakyat Palestina sejak 7 Oktober 2023.

Sejauh ini, agresi itu telah menyebabkan sekitar 170 ribu warga Palestina gugur atau terluka, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 11 ribu orang dilaporkan hilang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here