Surat kabar Israel Maariv melaporkan bahwa pesawat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengambil jalur “tidak biasa” menuju ibu kota Amerika Serikat, Washington, guna menghindari wilayah udara negara-negara yang telah mengeluarkan perintah penangkapannya.

Netanyahu tiba di AS pada Minggu malam setelah menempuh penerbangan selama 14 jam. Pesawatnya melintasi Samudra Atlantik dengan menghindari negara-negara Eropa yang dianggap “berisiko,” mengingat surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Den Haag pada November 2024 terhadap dirinya. Tujuan penerbangan ini pun sengaja disembunyikan dari radar.

Menurut Maariv, rute normal penerbangan menuju AS biasanya dimulai dengan lepas landas ke arah barat melintasi Laut Mediterania. Penerbangan berlanjut ke barat, melewati Yunani atau Turki, kemudian melintas di atas beberapa negara Eropa seperti Italia, Swiss, Prancis, dan Jerman sebelum menyeberangi Samudra Atlantik. Setelah itu, pesawat memasuki wilayah udara Kanada—biasanya di atas Newfoundland dan Labrador—kemudian bergerak ke selatan menuju timur laut AS hingga mendarat di Washington.

Namun, kali ini, jalur penerbangan yang dipilih tampak berbeda. Pesawat Netanyahu berusaha menghindari negara-negara yang berpotensi menangkapnya berdasarkan keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Setibanya di AS, Netanyahu dijadwalkan mengadakan dua pertemuan terpisah, yakni dengan Presiden AS Donald Trump dan utusan khususnya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Pertemuan ini berlangsung di tengah antisipasi terhadap kelanjutan putaran kedua perundingan gencatan senjata di Gaza.

Trump dan Netanyahu akan bertemu di Gedung Putih pada Selasa. Sebelum berangkat dari Tel Aviv, Netanyahu menyebut pertemuan dengan Presiden AS tersebut sebagai “sangat penting.”

Dalam pernyataannya, Netanyahu mengatakan bahwa pertemuan itu akan membahas sejumlah isu, termasuk “kemenangan atas Hamas,” pembebasan tawanan Israel di Gaza, serta upaya menghadapi apa yang ia sebut sebagai “poros teror Iran.”

Ini merupakan kunjungan luar negeri pertama Netanyahu sejak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan mantan Menteri Perang Israel, Yoav Gallant, pada 21 November 2024, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap rakyat Palestina di Gaza.

Sejak putusan ICC tersebut, lebih dari 120 negara yang menandatangani Statuta Roma kini berkewajiban menangkap Netanyahu dan Gallant jika keduanya memasuki wilayah mereka.

Daftar negara yang menandatangani Statuta Roma mencakup 39 negara di Eropa, termasuk kekuatan besar seperti Jerman, Prancis, dan Inggris. Negara-negara tetangga Israel seperti Yunani dan Siprus—yang selama ini menjadi tujuan favorit para pejabat tinggi Israel—juga terikat dengan perjanjian tersebut.

Selain itu, 30 negara di Afrika serta delapan negara di Asia, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Yordania, juga memiliki kewajiban serupa berdasarkan Statuta Roma.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here