Harian Wall Street Journal melaporkan bahwa Hamas ingin mengirim pesan ke dunia bahwa mereka masih mengendalikan Jalur Gaza, dengan mengubah pembebasan tawanan menjadi sebuah adegan yang mempermalukan Israel.
Dalam laporan yang ditulis oleh Rory Jones dan Summer Said, media tersebut menyebut bahwa pola ini mulai terlihat sejak pembebasan tawanan Israel pertama. Ketika itu, sekelompok pria mengerumuni kendaraan Hamas yang membawa para tawanan perempuan Israel, membuat mereka berlari menuju petugas Palang Merah yang menunggu untuk membawa mereka pulang.
Momen serupa terjadi saat dua tawanan dibebaskan di depan reruntuhan rumah mantan kepala biro politik Hamas, Yahya Sinwar. Menurut Wall Street Journal, ini merupakan peningkatan strategi Hamas. Hal yang sama terlihat ketika tiga tawanan lainnya dibebaskan dalam situasi yang kacau, di mana mereka kesulitan keluar dari kendaraan Hamas karena kerumunan besar, sementara kendaraan Palang Merah kali ini tidak berada di dekat mereka.
Media tersebut menilai bahwa Hamas sengaja menjadikan setiap pembebasan tawanan sebagai peristiwa yang kompleks, bertujuan untuk menunjukkan kekuatan dan mempermalukan musuhnya. Hamas juga disebut berisiko mengganggu gencatan senjata yang rapuh.
Mantan kepala riset intelijen militer Israel, Yossi Kuperwasser, menuduh Hamas menjadikan pembebasan sandera sebagai “pertunjukan teatrikal,” yang menurutnya bisa berdampak buruk bagi kelompok tersebut.
Israel merespons dengan marah terhadap kejadian ini dan mengancam tidak akan membebaskan 110 tahanan Palestina yang telah dijanjikan, menurut laporan tersebut. Namun, para mediator segera turun tangan untuk menjaga kesepakatan tetap berjalan, dan akhirnya Israel tetap membebaskan para tahanan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan, “Saya memandang dengan sangat serius adegan mengerikan saat pembebasan sandera kami. Saya menuntut para mediator memastikan adegan mengerikan semacam itu tidak terulang dan menjamin keselamatan para sandera kami.”
Wall Street Journal juga melaporkan bahwa warga Israel yang berkumpul di Tel Aviv awalnya terkejut melihat kerumunan warga Palestina di layar besar. Namun, mereka segera bersorak saat melihat para sandera menuju kebebasan.
Media tersebut juga mengkritik cara Hamas membebaskan empat tentara perempuan Israel pada Sabtu lalu, di mana mereka dipaksa mengenakan pakaian hijau yang tampak seperti seragam militer.
Hamas juga dikritik karena mengibarkan bendera Palestina raksasa saat membebaskan salah satu sandera di tengah reruntuhan Jabalia. Sebuah poster bertuliskan “Jabalia adalah kuburan Givati” juga terlihat, merujuk pada unit tentara Israel yang bertempur di wilayah itu dan mengalami banyak korban jiwa.
Laporan ini menyimpulkan bahwa kemungkinan negosiasi antara Israel dan Hamas untuk mencapai penghentian perang permanen di Gaza kini diragukan. Meski demikian, kedua pihak dijadwalkan memulai perundingan pada Senin untuk membahas kesepakatan jangka panjang yang dapat mengakhiri perang dan membebaskan sisa sandera Israel.
Sumber: Wall Street Journal